Pertanianku – Setelah keluar peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang membatasi ukuran penangkapan lobster, kepiting dan rajungan, membuat sejumlah kelompok nelayan harus mencari jalan keluar demi bisa menyambung hidup. Hendro, seorang nelayan warga Desa sindangkerta, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Bersama 11 anggota Kelompok Nelayan Pamoekan Lestari, ia menembus kebijakan tersebut dengan cara budidaya lobster tangkapan alam. Menurut Hendro, budidaya lobster itu baru akan dilepas ke pasar setelah tiga hingga empat bulan atau sudah berukuran di atas 300 gram. Hendro berujar, budidaya lobster yang ia lakukan hanya mengandalkan keramba yang diletakkan di air laut sebagai media pembesaran.
“Karena dikerangkeng di dalam keramba, lobster itu harus diberi makan karena tidak bisa mencari makan sendiri. Pakannya berupa ikan-ikan kecil. Untuk satu keramba berisi 10 kilogram benih lobster, takaran pakan per harinya 2,5 kg ikan. Kalau cuaca di laut lagi tidak bersahabat saya cari pakannya di sawah berupa keong emas,” ujarHendro.
Tak hanya Hendro, bersama nelayan lainnya kini sedikitnya memiliki 2 keramba lobster yang tengah dibudidayakan. Ditanya omset usaha, baik Hendro maupun Devi Nugraha, Sekretaris Kelompok Nelayan kompak bungkam dengan alasan tak pernah menghitungnya.
“Terus terang kami belum pernah menghitung keuntungan dari usaha ini karena budidaya ditunjukkan untuk mengembangkan dan menyelamatkan lobster-lobster kecil,” jelas Devi.
bagi para nelayan, budidaya lobster merupakan usaha sambilan nelayan sekaligus menjadi tabungan yang dipanen tiap 3–4 bulan sekali. Hendro mengatakan jika panen mulus, satu keramba bisa menghasilkan lobster konsumsi berbobot 20–30 kilogram. Sebagai catatan, harga lobster pada rentang April – Mei mencapai Rp350.000/kg. Kendati memakan waktu lama, hasil tambahan ini merupakan penghasilan pasti di tengah tidak jelasnya tangkapan ikan di laut.