Pertanianku – Madu kelulut merupakan istilah dalam bahasa Melayu Riau yang artinya madu dari lebah tanpa sengat. Madu ini sepertinya sedang banyak diminati masyarakat. Bahkan, baru-baru ini banyak produsen madu kelulut di Pekanbaru kewalahan memenuhi kebutuhan pasar.
“Kami sampai kewalahan karena permintaan lebih besar daripada produksi madunya yang bersifat musiman,” kata pendiri industri kreatif Madu Atook, Sendy di Pekanbaru.
Madu kelulut ini tergolong produk baru. Permintaan sangat banyak selain dari Pekanbaru, juga dari daerah di Pulau Jawa seperti Wonosobo dan Cirebon.
Sendy menjelaskan, madu kelulut punya potensi besar untuk dikembangkan di Riau karena lebah tanpa sengat ini bisa dibudidayakan dengan aman meski dekat dengan permukiman, selama terdapat banyak pohon buah-buahan.
Ia mulai merintis bisnis sejak dua tahun lalu dengan melibatkan petani di dua lokasi, yakni Danau Bingkuang Kabupaten Kampar dan Danau Buatan di Kota Pekanbaru.
“Produk yang kami tawarkan berupa madu, dan produk turunannya berupa sabun mandi,” ucapnya.
Menurut dia, khasiat madu kelulut cukup tinggi karena ada kandungan propolis sebagai antibiotik alami untuk mengobati penyakit diare, radang tenggorokan karena bakteri, dan penyakit infeksi. Sementara itu, sabun mandi, yang merupakan produk turunannya, mengandung propolis dan dicampur dengan minyak zaitun dan minyak sawit perasan pertama (virgin CPO) sehingga berkhasiat untuk mengobati luka, bisul, dan kurap.
“Madu Atook ini secara rutin dipesan oleh Poliklinik Bagian Bedah di RSUD Arifin Achmad untuk pengobatan luka bakar, luka bekas operasi dalam mempercepat pengeringan luka pada pasien,” papar Sendy.
Ia mengatakan lebah kelulut merupakan satwa liar yang biasa bersarang di rongga pohon yang lapuk di daerah dengan banyak buah-buahan dan juga di sepanjang aliran sungai besar. Untuk memudahkan pemanenan, Sendy merelokasi sarang tersebut ke tempat yang lebih aman dan ditanami pohon buah untuk sumber makanan lebah.
Proses pemanenan menggunakan teknik penyedotan dengan alat khusus supaya higienis. Madu dipanen 2—3 bulan sekali dengan produksi madu di daerah Danau Buatan mencapai 40—50 kg per panen, sedangkan di Danau Bingkuang mencapai 20 kg karena masih baru dibentuk.
Produk Madu Atook dijual dalam kemasan satu liter dan 250 mililiter dengan harga masing-masing Rp550.000 dan Rp150.000 per unit. Sementara itu, harga sabun mandinya mencapai Rp35.000 per unit.
“Omzet usaha rata-rata dalam sebulan Rp5 juta—Rp6 juta. Usaha ini membuka lapangan kerja untuk tujuh orang, termasuk petani yang menjaga sarangnya,” tutur Sendy.