Pertanianku – Saat ini bercocok tanam dapat dilakukan di mana saja. Bahkan, di lahan sempit sekalipun kegiatan bercocok tanam dapat Anda lakukan. Pasalnya, kini telah banyak metode praktis untuk bercocok tanam atau berkebun secara mudah. Salah satu metode bercocok tanam yang bisa Anda lakukan adalah teknik vertikultur.
Seperti yang ditunjukkan oleh Suhadi, pengusaha agrobisnis dan petani di Kota Pasuruan, Jawa Timur. Ia mendirikan Tegalbero Camp, yaitu model pertanian terpadu yang berisi perkebunan, pertanian, perikanan, dan peternakan di lahan seluas 2,5 hektare.
Salah satu inovasi Suhadi dalam bidang pertanian adalah membudidayakan bawang merah dengan sistem vertikultur. Ia mengembangkan sistem vertikultur untuk memberikan contoh bahwa di halaman rumah yang sempit pun orang dapat bercocok tanam dan biayanya tidak mahal.
Bahannya adalah sebatang tonggak berbahan paralon setinggi 2 m yang dilubangi menjadi 120 lubang dengan diameter lubang 10 cm. Harga sebatang paralon berukuran 4 m yang dipotong menjadi 2 bagian sekira Rp35.000. Ini harga yang terbilang murah karena tonggak paralon dapat digunakan terus-menerus. Tonggak paralon yang telah diberi lubang tersebut selanjutnya diisi media tanam berupa campuran abu batu, arang batok kelapa, dan pupuk kandang.
Di bagian tengah tonggak diisi paralon kecil seukuran 0,5 dim yang bersambung ke selang plastik seukuran selang infus. Selang ini berfungsi untuk mengalirkan air bernutrisi. Pengairan harus dilakukan secara rutin dan merata menuju pangkal tanaman. Oleh karena itu, kondisi tanah juga harus berporos dan tidak keras.
Tonggak paralon ini dapat ditanami beberapa ragam tanaman seperti bawang merah, tomat, lombok, dan sawi. Kini, Suhadi memiliki 300 tonggak paralon yang ditanami bawang merah. Satu tonggak paralon dapat menghasilkan 4 kg bawang merah. Harga bawang merah kini fluktuatif di angka Rp25.000—Rp35.000/kg. Artinya, ia dapat menghasilkan Rp140.000 per tonggak. Jumlah itu dikalikan dengan 300 tonggak yang dimilikinya.
Bawang merah yang ditanam dalam sistem vertikultur ini memang tidak sebesar ketika ditanam di tanah, tetapi umbi yang dihasilkan lebih keras. Bahkan, meskipun saat kering, bobotnya tidak berkurang.
Saat ini Suhadi banyak memberikan motivasi warga sekitar untuk belajar budidaya dengan menerapkan sistem vertikultur.