Pertanianku – Budidaya tanaman yang mengaplikasikan metode hidroponik membuat nilai ekonomis beberapa tanaman sayur seperti selada di mata masyarakat meningkat. Terlebih, bisa dikatakan bahwa omset budidaya secara hidroponik lebih tinggi dibanding menerapkan sistem budidaya konvensional.
Untuk memulai budidaya secara hidroponik, Anda tidak lagi dituntut untuk memiliki lahan yang luas. Oleh karena itulah, tren hidroponik masih sangat digemari. Pasalnya, potensi yang dihasilkan dari bercocok tanam secara hidroponik memiliki keunggulan tersendiri, baik itu membudidayakan tanaman sayur maupun tanaman buah.
Berawal dari hobi menanam tanaman sayuran di pipa, menginspirasi warga Jalan Baturan Raya No 134C, Fajar Indah Solo, Jawa Tengah, Andi Wibowo untuk membudidayakan selada dengan sistem hidroponik.
“Awalnya hanya coba-coba menaman sayuran di rumah. Kemudian saya ikut pelatihan tentang tanaman hidroponik di Jawa Timur. Setelah itu, saya mencoba serius dengan aneka selada,” kata Andi.
Andi memulai usaha budidaya selada hidroponik sejak 2012 silam. Ia memanfaatkan lahan di belakang rumahnya, masing-masing berukuran 16 × 16 m2 dan 20 × 20 m2.
Adapun teknik hidroponik yang dilakukan Andi adalah dengan menggunakan pipa paralon ukuran 3 inci. Andi merangkai pipa paralon menjadi satu modul dengan jumlah 780 lubang.
“Saya memiliki 16 modul dengan aneka jenis selada. Ada selada keriting hijau, merah, romaine, dan butterhead,” tambahnya.
Untuk benihnya, Andi mendatangkan secara langsung dari Amerika dan Belanda. Pasalnya, benih yang didatangkan dari kedua negara itu kualitasnya bagus. Meski demikian, Andi juga menggunakan benih selada lokal untuk tanaman hidroponiknya.
“Budidaya tanaman sayuran dengan sistem hidroponik tidaklah begitu sulit. Selain tingkat kebutuhan airnya sedikit dibanding kebutuhan air pada budidaya dengan tanah, tanamam hidroponik juga lebih efisien. Karena hidroponik ini menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi,” lanjutnya.
Dalam menjalankan budidaya hidroponiknya ini, Andi melibatkan 4 orang pegawai yang bertugas membantunya bertanam, perawatan, sampai panen.
“Selada bisa dipanen 30—40 hari setelah bibit ditanam. Dalam sepekan saya bisa panen antara 1—2 modul selada. Kemudian saya jual secara eceran dengan harga Rp5.000. Jadi, sekali panen bisa meraup keuntungan hingga jutaan rupiah,” ungkap Andi.
Selama ini ia memasarkan selada hidroponiknya ke berbagai supermarket, hotel, dan restoran kelas menengah-atas di seputaran Solo dan Yogyakarta.