Pertanianku — Ketika bepergian ke berbagai belahan dunia, cokelat menjadi salah satu jenis oleh-oleh yang selalu ada. Sadarkah Anda, ternyata Indonesia adalah salah satu negara penghasil bahan baku cokelat berkualitas? Namun, perlu Anda ketahui, terdapat cerita pahit di balik manisnya cokelat yang biasa kita nikmati itu.
Indonesia menjadi salah satu negara penghasil cokelat alias kakao terbaik di dunia. Tanah Indonesia memang memiliki potensi untuk menumbuhkan komoditas pendulang devisa ini. Potensi tersebut terlihat jelas pada 2010. Kala itu, produksi kakao sangat berlimpah, kakao banyak diekspor dalam bentuk bahan mentah.
Akan tetapi, keberhasilan sektor hilir ini tidak sinkron dengan sektor hulu. Faktanya, investor industri yang meningkat ini tak dibarengi dengan peningkatan produksi biji kakao. Sejak 2010, produksi biji kakao semakin menurun.
Pada 2017, tercatat produksi kakao nasional hanya sebanyak 260 ribu ton, padahal kebutuhan dalam negeri mencapai 800 ribu ton. Apa penyebab penurunan produksi kakao nasional?
Ada lima faktor penyebab menurunnya produksi cokelat. Masalah pertama adalah usia pohon di kebun. Umumnya, kebun kakao sudah berusia lanjut atau lebih dari 30 tahun. Pohon-pohon yang berusia tua produktivitasnya sangat rendah.
Kedua, serangan hama penggerek buah kakao atau PBK (Cocoa Pod Borrer) dan penyakit tanaman Vascular Streak Dieback (VSD). Hama dan penyakit ini jadi musuh utama petani kakao. Pasalnya, keduanya bisa menyebabkan menurunnya kualitas kakao sampai gagal panen.
Ketiga, banyak terjadi alih fungsi lahan kakao menjadi kebuh sawit terutama di Sulawesi yang menjadi sentra produksi kakao kala itu. Keempat, dalam dua tahun terakhir fokus pemerintah hanya pada padi, jagung, dan kedelai.
Kelima, program Gerakan nasional atau gernas kakao hingga kini baru mencakup 26 persen dari total areal kakao nasional.
Indonesia sebenarnya memiliki kakao jenis mulia atau edel cocoa (kokoa yang bisa dipakai untuk membuat makanan sampai kecantikan). Kokoa jenis ini memiliki harga yang begitu tinggi, tapi sayangnya jumlah produksi sangat kecil. Edel cocoa hanya ada di PTPN XII di Jawa Timur. Sementara, kakao dari budidaya petani seluruhnya jenis kakao Lindak.
Meski demikian, perlu diakui bahwa kualitas kakao Indonesia kalah dari kakao Afrika. Kakao Indonesia tidak melalui proses fermentasi sehingga aromanya kurang kuat. Disamping itu, rendemen (perbandingan kuantitas minyak dari ekstraksi tanaman aromatik) dan fat content kakao Indonesia lebih rendah.
Kualitas dan kuantitas kokoa Indonesia perlu ditingkatkan. Langkah awal yang perlu diambil ialah peningkatan kuantitas. Jika kuantitas kakao bisa memenuhi kebutuhan industri, langkah berikutnya ialah peningkatan kualitas dengan penambahan proses fermentasi.