Pertanianku – Garam impor yang telah beredar di pasaran membuat garam lokal tak laku dijual. Hal ini dialami oleh para petani garam di Cirebon, Jawa Barat. Garam lokal tak laku dikarenakan para produsen lebih memilih garam impor ketimbang garam lokal.
“Setelah beberapa pekan kami menikmati harga tinggi, sekarang setelah panen raya malah garam impor muncul,” ujar salah seorang petani garam asal Cirebon, Abdul, di Cirebon, seperti mengutip Antara (24/8).
Abdul juga menyampaikan saat ini garam di tingkat petani dihargai Rp650 per kilogram (kg). Itupun sulit untuk dijual, karena para pedagang besar atau produsen enggan membeli garam rakyat ini.
Abdul menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai kurang tepat dalam waktu impor garam, dimana ketika panen raya malah mengeluarkan kebijakan impor dan ketika kesulitan tidak ada kebijakan tersebut.
“Kalau ada garam impor sangat berimbas kepada kami, karena pedagang besar enggan untuk membeli dan malah memilih garam impor,” ungkapnya.
Hal serupa juga dialami oleh seorang tengkulak garam, Rahman, yang mengaku kesulitan menyerap garam para petani, karena menurutnya para pedagang besar yang biasa membeli kini tidak lagi membeli garam petani.
“Biasanya kita salurkan ke berbagai industri, tapi sekarang hanya satu saja yang mau membeli, lainnya tidak ada respons ketika ditawari garam rakyat,” ujarnya.
Saat ini harga garam terus menurun, dimana sebelum adanya impor harga sempat tembus sekitar Rp4.000 per kg, sekarang Rp1.000, itu pun sulit dikeluarkan.
Lebih lanjut Rahman mengungkapkan harga di tingkat petani, garam kualitas nomor dua Rp650 per kilogram, sedangkan untuk nomor satunya Rp900. Untuk sekarang pihaknya menjualnya Rp1.000 sampai Rp1.300 per kilogram.
“Kami menjual lebih tinggi dari petani, karena ongkos produksi juga lumayan besar, untuk itu pasti ada selisihnya,” tuturnya.