Aktivitas Ekspor Kerapu ke Hongkong Terus Berjalan

Pertanianku — Aktivitas ekspor kerapu kembali meningkat setelah sebelumnya mengalami penurunan yang cukup signifikan saat puncak wabah Covid-19 melanda Cina pada triwulan pertama 2020. Sebanyak 16,72 ton ikan kerapu hasil budidaya di Kepulauan Natuna Provinsi Kepulauan Riau berhasil diekspor ke Hongkong melalui jalur laut dari Pelabuhan Muat Sedanau, Riau.

ekspor kerapu
foto: pertanianku

Nilai ekspor tersebut mencapai USD 100.326. Aktivitas bongkar muat ekspor dilakukan secara ketat dan menerapkan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19. Ekspor dilakukan dengan dua kapal angkut berasal dari Hongkong, yaitu MV. Cheung Kam Wah dan Cheng Wai Hing. Ekspor tersebut dilakukan oleh PT Putri Ayu Jaya.

Eko Prihananto, pemilik PT Putri Ayu Jaya, mengatakan aktivitas ekspor asal Natuna akan kembali dilakukan secara berkala. Menurutnya, saat ini market demand sudah kembali normal sehingga memacu produksi ikan kerapu pada sektor hulu.

“Saya rasa ini sangat menggembirakan, dan kondisi ke depan saya prediksi aktivitas ekspor kerapu akan makin baik. Kita sempat mengalami penurunan ekspor yang signifikan. Saya rasa ini momen proses produksi untuk kembali bangkit,” tutur Eko seperti dikutip dari laman kkp.go.id.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, mengatakan saat ini harapan untuk meningkatkan sektor perikanan sudah kembali cerah. Pihaknya optimis ekspor hasil budidaya akan kembali bangkit setelah memasuki era new normal. Menurut Slamet, saat ini sudah terlihat tren permintaan market yang mulai terbuka.

Market mulai ada titik terang mulai kebuka. Mudah-mudahan di era new normal ini sumbatan rantai pasok bisa lancar, dengan demikian proses produksi di hulu akan kembali bergeliat,” kata Slamet.

Slamet juga memastikan permintaan di pasar ekspor akan naik dan bisa lebih tinggi dibanding sebelumnya saat masih pandemi.

Pandemi Covid-19 sudah memberikan dampak negatif bagi suplai pangan. Setelah memasuki era new normal diprediksikan akan terjadi efek kejutan terhadap permintaan. Namun, saat memasuki era new normal akan terjadi perubahan pola/perilaku konsumen. Konsumen akan lebih selekif dalam memilih produk berdasarkan kualitas dan jaminan keamanan pangan. Pemerintah harus mengantisipasi kemungkinan tersebut.