Pertanianku — Kementerian Pertanian (Kementan) memiliki program modernisasi pertanian untuk meningkatkan produksi dan menyejahterakan petani Indonesia. Untuk mewujudkan program ini, pemerintah menggunakan alat dan mesin pertanian (alsintan) secara masif, mulai dari pengolahan lahan sampai dengan tahap panen dan pascapanen.

Menurut Menteri Pertanian (Mentan) Amran, modernisasi pertanian mutlak dilakukan untuk menjadikan Indonesia negara yang kuat berbasis pertanian. Program mekanisasi pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) tidak hanya berperan nyata dalam meningkatkan produksi pangan. Namun, juga terbukti menjadi solusi dalam kelangkaan tenaga kerja pertanian.
Sebagai langkah pengawasan terhadap bantuan-bantuan alsintan Kementan kepada petani, Amran mengundang langsung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk bersinergi memperkuat pencegahan korupsi dan mengecek penggunaan anggaran yang sudah digunakan Kementan.
“Untuk pencegahan, utamanya mengecek anggaran yang sudah disalurkan khususnya alat mesin pertanian. Kami ingin semua terbebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme,” kata Amran.
Amran menambahkan, Kementan sudah ada MoU sejak 2015 antara Ketua KPK dan Mentan.
Sementara itu, hasil analisis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementan pada 2015 menyebutkan, jumlah terbanyak tenaga kerja pada sektor tanaman pangan adalah petani yang sudah berusia lebih kurang 60 tahun, kemudian disusul usia antara 40 hingga 45 tahun.
Dampak nyata adanya kelangkaan dan usia lanjut tenaga petani untuk mendukung budidaya tanaman padi adalah rendahnya kapasitas kerja tanam padi per satuan luas lahan dan mahalnya biaya tanam.
“Masalah yang muncul pada kegiatan tanam dapat ditangani dengan menerapkan mesin tanam pindah bibit (transplanter) padi. Mesin transplanter sebagai solusi peningkatan kerja kegiatan tanam padi. Hemat tenaga kerja, mempercepat waktu penyelesaian kerja tanam per satuan luas lahan. Dan faktor tersebut akhirnya mampu menurunkan biaya produksi budidaya padi,” ujar Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Andi Nur Alam Syah di Jakarta, Jumat (4/1).
Dampak nyata penggunaan mesin tanam padi ini, menurut Andi, terlihat dari hasil pengamatan di tingkat petani. Pengguna mesin transplanter menunjukkan rata-rata kinerja satu mesin transplanter dengan satu orang operator dan dua asistennya dapat menggantikan antara 15 hingga 27 hari orang kerja (HOK). Sementara, kemampuan kerja tanam mencapai 1 hingga 1,2 hektare per hari.
“Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Kementan telah menghasilkan mesin transplanter yang dinamai mesin Transplanter Jarwo 2:1. Secara umum rata-rata biaya tanam padi secara manual sekitar Rp1,72 per hektare, sedangkan dengan mesin Transplanter Jarwo 2:1 sekitar Rp1,1 per hektare,” ujar Andi Nur Alam.
“Keuntungan lain dari cara tanam dengan mesin transplanter munculnya usaha pembibitan padi, karena mesin memerlukan bibit khusus, yaitu umur bibit harus kurang dari 18 hari dan bibit harus ditaruh pada kotak mesin (tipe dapog) sesuai ukuran mesin. Rata-rata kebutuhan bibit sebanyak 250 sampai 300 dapog per hektare,” lanjut dia.
Andi menjelaskan, petani sudah profesional atau lihai menggunakan mesin transplanter. Ini terungkap dari hasil pemberdayaan yang dilakukan Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Badan Litbang Kementan.
Selain itu, Kepala Bidang KSPHP Agung Prabowo Balai Besar Pengembangan Mekanisasi mengutarakan bahwa penggunaan alat mesin pertanian secara nyata telah meningkatkan produksi pangan salah satunya padi. Contohnya, panen perdana di area pengembangan pertanian modern di Desa Kalikebo, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, menghasilkan 10 ton padi per hektare.
“Ini bukti nyata penggunaan alat mesin pertanian. Kami bekerja sama dengan pemerintah daerah, produksi naik dan petani tentunya sejahtera,” pungkasnya.