Pertanianku — Balai Penyuluhan Pertanian, Ciputat, Tangerang Selatan, memiliki lahan seluas 200 m2. Pada lahan tersebut dipenuhi oleh lebih dari 60 jenis varietas tanaman anggur. Itu sebabnya Tangerang Selatan dinilai memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi daerah pengembang benih anggur.
Selama ini Tangerang Selatan (Tangsel) terkenal sebagai Kota Anggrek. Namun, setelah melihat potensi anggur yang dapat berkembang cukup baik, Walikota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, ingin kotanya berkembang menjadi Kota Anggur.
“Kami ingin Tangsel tidak hanya dikenal sebagai Kota Anggrek saja namun juga Kota Anggur. Hal ini tidak hanya karena potensinya banyak, tapi juga pasarnya bagus. Apalagi anggur tidak memerlukan wilayah yang luas, ini tanaman merambat yang tumbuh ke atas sehingga bisa dikembangkan pada skala rumah tangga. Ini yang mau terus saya kembangkan,” papar Benyamin seperti dilansir dari laman hortikultura.pertanian.go.id.
Sebelumnya, Komunitas Anggur Tangsel telah berhasil menghijaukan daerah Tangsel. Prihasto Setyanto, Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, bangga terhadap inisiasi yang berasal komunitas anak-anak muda. Apalagi, lokasi penanaman anggur yang telah dikembangkan dapat dikunjungi untuk dipetik langsung. Kondisi ini dilihat sebagai peluang bisnis yang luar biasa.
“Anggur ini memiliki peluang bisnis yang luar biasa. Saya lihat di sini angur-anggur ini tidak kalah dengan anggur impor. Nah, kenapa tidak kita dorong? Nanti kami dukung dengan anggaran APBN yang cukup supaya ke depan kita bisa mengurangi impor anggur,” tutur Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto.
Tangsel memang bukan lahan yang cocok untuk dijadikan area pertanian. Namun, tanaman anggur cukup berpotensial untuk dikembangkan di kawasan ini. Dengan begitu, komoditas buah ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Prihasto berkomitmen untuk memfasilitasi kebutuhan di lahan, tetapi dengan catatan prosesnya harus clean and clear.
“Bukan mustahil anggur dari sini berpotensi ekspor. Tidak hanya produk segar saja, jika dimungkinkan produk olahan semisal wine. Komoditas hortikultura Indonesia diakui oleh negara-negara Eropa dan sekitarnya. Terbukti pada ODICOFF akhir tahun lalu, produk pertanian Indonesia diminati dan terjadi transaksi dengan nilai yang cukup siginifikan, yakni Rp7,26 triliun. Ini artinya COVID-19 menjadi peluang bagi kita,” terang Prihasto.