Pertanianku — Hingga kini, Kementerian Pertanian (Kementan) terus membahas asuransi pertanian untuk cabai dan bawang. Pembahasan ini dilakukan untuk menemukan indeks risiko bagi kedua komoditas tersebut.

“Sampai sekarang, kami masih mempertimbangkan indeks risikonya. Untuk kedua komoditas ini besar biaya produksinya, tidak seperti padi. Kita harus melihat berapa yang di-cover asuransi, berapa besar polis, dan lainnya,” ujar Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy, Senin (18/2).
Meski begitu, Edhy mengatakan bahwa Kementan sudah berkomitmen akan menjamin asuransi untuk bawang merah dan cabai. Hanya saja, penentuan indeks risiko ini pun harus dilakukan oleh berbagai pihak mulai dari pihak asuransi hingga para ahli.
“Bagaimanapun petani bawang merah dan cabai juga butuh perlindungan gagal panen seperti petani padi. Kita terus upayakan hal itu,” ungkap Edhy.
Sebelumnya, ucap Edhy, asuransi pertanian ini sudah disediakan untuk padi dan ternak. Ia juga mengatakan, Kementan pun masih terus berupaya mengedukasi petani untuk menggunakan asuransi ini. Saat ini juga sudah banyak petani yang mulai menggunakan asuransi secara mandiri.
“Ini akan kita dorong. Setelah dia merasa itu ada manfaatnya, polis Rp180.000 itu tidak akan ada artinya dibandingkan manfaat yang mereka peroleh,” kata Sarwo Edhy.
Edhy mengakui, pemerintah saat ini masih fokus memberikan asuransi pada komoditas padi dan ternak sapi. Alasannya, dua usaha pertanian tersebut risikonya paling tinggi dibanding yang lainnya.
“Komodiiti pangan lain seperti jagung risikonya kecil terkena OPT, kekeringan, dan banjir. Jadi, kita cover yang terkena dampak besar seperti padi,” tutur Edhy.
Sementara, asuransi ternak sapi, menurut Edhy bertujuan mengamankan indukan yang selama ini banyak dipotong. Apalagi pemerintah sudah membuat peraturan pelarangan pemotongan betina produktif. “Jadi yang kita targetkan adalah komoditas yang mudah terkena risiko,” katanya.
Untuk asurani usaha tani padi (AUTP), pemerintah menargetkan bisa meng-cover 1 juta hektare (ha) lahan petani. Luasan tersebut berdasarkan pengalaman lima tahun terakhir lahan pertanian padi yang terkena musibah, serangan OPT, banjir, dan kekeringan. Luas lahan padi yang terkena banjir dan kekeringan dalam lima tahun terakhir rata-rata 528 ribu ha dan terkena OPT sekitar 138 ribu ha.
“Kalau kita jumlahkan, tiap tahun lahan tanaman padi yang terkena dampak perubahan iklim dan OPT mencapai 600 ribu ha,” beber Sarwo Edhy.
Sementara untuk AUTP, tanaman yang bisa diganti adalah yang gagal panennya hingga 75 persen dari luas tanamnya. Petani hanya membayar premi 20 persen, sedangkan sisanya disubsidi pemerintah. Sedangkan untuk AUTS adalah ternak sapi yang hilang dan mati terkena penyakit. Peternak hanya membayar premi sebesar Rp40 ribu.