Ayam Buras dan Ayam Kampung

Pertanianku – Perhatian banyak pihak untuk mengembangkan ayam kampung ternyata tidak surut dari tahun ke tahun. Berbagai penelitian lokal dilakukan oleh lembaga penelitian serta perguruan tinggi. Begitu pula dengan nama, banyak istilah baru yang muncul, di antaranya ayam buras (bukan ras). Masyarakat pun mengartikan ayam buras sebagai ayam kampung. Realitanya, ayam kampung termasuk dalam ayam buras.

Ayam Buras dan Ayam Kampung

Ayam buras (bukan ras) merupakan ayam lokal Indonesia. Ayam lokal Indonesia yang menyebar di seluruh kepulauan Indonesia memiliki beberapa rumpun dengan karakteristik morfologis yang berbeda dan khas berdasarkan daerah asal. Sampai saat ini telah diidentifikasi sebanyak 31 rumpun ayam lokal, yaitu ayam kampung, pelung, sentul, wareng, lamba, ciparege, banten, nagrak, rintit/walik, siem, kedu hitam, kedu putih, cemani, sedayu, olagan, nusa penida, merawang/merawas, sumatera, balenggek, melayu, nunukan, tolaki, maleo, jepun, ayunai, tukung, bangkok, brugo, bekisar, cangehgan/ cukir/alas, dan kasintu (Natasasmita, 2000).

Tidak mudah untuk mencari atau mengganti istilah dalam peternakan yang sesuai dengan maksudnya. Seperti halnya istilah ayam broiler untuk ayam ras, istilah tersebut merupakan istilah asing. Namun, hingga kini sulit untuk mencari kata pengganti broiler ke dalam bahasa Indonesia yang tepat dan sesuai dengan arti ayam itu dari sudut ilmu peternakan unggas. Oleh karena itu, kembali ditekankan bahwa yang dimaksud dengan ayam kampung dalam buku ini, terbatas pada ayam lokal yang sudah lama dikenal.

Sebenarnya, istilah ayam kampung mempunyai dua makna, yaitu dilihat dari sudut pandang wilayah dan dari sudut klasifikasi. Makna pertama dari sudut pandang wilayah atau geografis berhubungan kuat dengan sistem sosio-budaya masyarakat yang telah lama melihat dan mengenal ayam ini. Proses penjinakan, bahkan kehidupan bersama antara ayam ini dengan masyarakat, sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu. Hal ini karena pola kehidupan masyarakat dahulu berorientasi di desa-desa atau di kampung sehingga ayam tanpa nama itu diberi nama ayam kampung tanpa dilakukan klasifikasi apa pun. Tidak heran apabila kemudian ayam ini berkembang sesuai dengan pola kehidupan dan kemampuan masyarakat serta berkembang sesuai wilayah penempatannya.

Makna kedua ialah berdasarkan klasifikasinya. Ayam kampung diberi nama atau ditempatkan sesuai dengan arah kemampuan serta tujuan pemeliharaan ayam tersebut. Ayam kampung dapat dipelihara untuk diambil keindahan bulu, keindahan suara, dan kemampuan bertarung. Ayam kampung yang sesuai dengan klasifikasi atau makna kedua ini di antaranya ayam pelung dan ayam bangkok. Semua ayam tersebut termasuk dalam ayam kampung.

Ayam kampung maupun ayam ras memiliki ciri khas masingmasing. Ayam ras memiliki sifat genetis yang beragam. Ayam ras petelur putih semuanya berbulu putih dan bila telur dari induk ditetaskan, anaknya pun akan berbulu putih. Ayam kampung memiliki ciri khas tersendiri. Ayam kampung dapat diketahui dari bentuk tubuh yang ramping, kaki yang panjang, dan warna bulu yang beragam. Salah satu ciri khasnya adalah sifat genetisnya yang tidak seragam. Sifat fenotipe dan genotipe ayam kampung masih sangat bervariasi seperti warna bulu yang masih beragam, yaitu berwarna hitam, tipe liar, pola kolumbian, dan bulu lurik (Sulandari et al., 2007).

Hal ini merupakan cermin dari keragaman genetisnya. Keragaman genetis ini memudahkan untuk dilakukan persilangan-persilangan. Salah satu hasil persilangan tersebut adalah ayam bekisar. Untuk memperoleh kemampuan genetis ayam kampung yang andal dan baku membutuhkan waktu yang sangat lama.

 

Sumber: Buku Beternak  Ayam Kampung