Bahaya Aflatoksin pada Jagung

Pertanianku Aflatoksin tidak hanya merugikan petani karena menyebabkan harga jual biji jagung yang sudah dipanen menurun, tetapi juga dapat menyebabkan efek negatif pada ternak atau manusia yang mengonsumsinya.

aflatoksin
foto: pixabay

Racun aflatoksin yang disebabkan oleh jamur Aspergillus favus dan Aspergillus parasiticus dapat menyebabkan penyakit yang cukup serius bagi siapa pun yang mengonsumsinya. Bahkan, racun tersebut juga bisa menyebabkan penyakit yang bersifat karsinogenik.

Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh strain toksigenik dari kedua jamur tersebut. Aflatoksin yang paling sering ditemukan pada pakan ternak adalah B1, B2, G1, dan G2.

Pada ternak unggas, aflatoksikosis kronis dapat menyebabkan pertumbuhan ternak terganggu dan penurunan produksi telur. Aflatoksin B1 dapat menyebabkan ternak rentan terhadap penyakit dan bersifat hepatoksik, yaitu dapat merusak dan meracuni hati.

Senyawa racun tersebut termasuk senyawa karsinogenik tingkat 1. Senyawa racun tersebut dapat menyebabkan penurunan berat badan, pertumbuhan sel darah merah, kandungan kalsium dan magnesium di plasma darah, serta kadar protein dan albumin di dalam darah.

Selain berbahaya bagi ternak, kontaminasi aflatoksin pada pakan ternak dapat menyebabkan residu pada produk peternakan seperti hati, daging, dan susu. Residu tersebut berbahaya untuk dikonsumsi oleh manusia karena bisa menimbulkan penyakit. Oleh karena itu, banyak produsen pakan ternak yang lebih memperketat kualitas bahan pakan yang akan digunakan.

Kontaminasi senyawa ini paling sering disebabkan oleh tindakan penanganan pascapanen jagung yang tidak benar. Jagung yang sudah dipanen harus segera dijemur hingga kadar airnya menurun menjadi 13 persen. Jagung yang terlambat dijemur kemungkinan besar akan diserang oleh jamur A. favus.

Selain itu, jagung yang disimpan harus dalam kondisi bagus, tidak rusak akibat terserang hama atau penyakit. Hal ini karena luka yang terdapat pada biji dapat menjadi tempat tumbuh jamur penghasil senyawa aflatoksin tersebut.

Kontaminasi juga bisa disebabkan oleh cara pemeliharaan tanaman yang salah, seperti penggunaan varietas yang tidak tahan terhadap serangan hama atau varietas yang memiliki kelobot terbuka. Selain itu, terjadi kesalahan dalam menentukan jarak tanam sehingga tingkat kelembapan di kebun terlalu tinggi.