Pertanianku — Guna mengantisipasi terjadinya kerawanan pangan dan kerentanan pangan, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian menyusun Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas atau FSVA).

Untuk itu, Kepala BKP, Agung Hendriadi menyatakan, untuk mengantisipasi persoalan rawan pangan dan gizi buruk harus didukung informasi ketahanan pangan yang akurat, komprehensif, dan tertata dengan baik. Hal tersebut dilakukan untuk penanganan pada daerah-daerah yang mengalami kerentanan pangan.
“Peta ini sangat membantu karena sesuai dengan arah program pembangunan Presiden Jokowi. Pada tahun ke-3 ini akan difokuskan pada pemerataan sehingga FSVA dapat dijadikan pedoman untuk mencapai target sasaran,” jelas Agung dalam keterangan tertulis dari Kementan beberapa waktu lalu, seperti diberitakan Detik (30/9).
Lebih lanjut Agung mengatakan, posisi ketahanan pangan Indonesia mengalami kenaikan. Pada 2017 di posisi 69 dibandingkan posisi 71 pada 2016. Persentase tersebut dikeluarkan dari Global Food Security Index (GFSI).
Sejumlah instansi dan lembaga internasional akan memanfaatkan FSVA, yang dilakukan oleh Kementerian Desa, Kementerian Desa, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, dan World Food Programme. Untuk itu, perlu dilakukan penyempurnaan dan penambahan indikator serta metode analisisnya yang sangat penting bagi FSVA.
FSVA telah memberikan gambaran daerah mana yang memerlukan prioritas penanganan dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi sejumlah daerah di kabupaten ataupun kota yang rentan terjadi kerawanan pangan.
Dalam FSVA yang disahkan pada 2015 lalu oleh BKP bersama WFP ini mencakup 398 kabupaten di 32 provinsi. Dari 398 kabupaten yang dianalisis, terdapat 58 kabupaten (15%) yang rentan terhadap kerawanan pangan, 136 kabupaten (34%) dengan tingkat kerentanan yang sedang, dan 204 kabupaten (51%) tergolong dalam kabupaten yang tahan pangan.
Proses penyempurnaan terus dilakukan agar ketahanan dan kerentanan pangan di tingkat wilayah lebih akurat.