Pertanianku — Kopi yang berkualitas dihasilkan dari pohon yang tumbuh subur dan sehat. Pohon tersebut pasti berasal dari bibit yang berkualitas. Sayangnya, sekitar 70% kopi Indonesia yang diekspor masih termasuk grade sedang hingga rendah. Oleh karena itu, pemerintah memulai strategi untuk mengembangkan perkebunan kopi nasional dengan menghasilkan bibit kopi bermutu.

Salah satu tempat yang dipilih menjadi tempat pembibitan adalah Desa Cikandang, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Garut merupakan salah satu sentra kopi di Jawa Barat dan memiliki banyak tenaga terampil penangkar bibit kopi yang memasok semaian untuk kebutuhan bibit di rumah pembibitan (nursery) tersebut.
Pada tiga bulan pertama 2022, penangkar kopi di sejumlah rumah kaca Desa Cikandang mampu menghasilkan hampir 500 ribu bibit. Targetnya, sepanjang 2022 menghasilkan 3 juta batang.
“Dalam lima bulan ke depan, saya minta Garut dapat menyiapkan 10 juta bibit kopi. Bibit kopi dari Garut ini akan kami sebarkan untuk ditanam di seluruh wilayah Indonesia,” tutur Mentan Syahrul Yasin Limpo seperti dilansir dari laman Indonesia.go.id.
Prospek kopi di pasar dunia masih berpotensial karena tercatat tumbuh rata-rata 3 persen per tahun. Di pasar domestik, permintaan komoditas ini pun semakin ramai. Bila di 2000 konsumsi per kapita penduduk Indonesia hanya sekitar 0,5 kg, pada 2020 konsumsinya naik ke level 1,2 kg. Meskipun demikian, angka tersebut masih jauh bila dibandingkan dengan orang Eropa yang konsumsi per kapitanya mencapai 4,5–5 kg per tahun.
Peluang cerah tersebut hanya bisa didapatkan dengan cara yang tepat. Oleh karena itu, pelaku usaha kebun kopi harus berbenah. Produksi kebun kopi di Indonesia secara rata-rata nasional hanya sebesar 817 kg per hektare per tahun, masih jauh di bawah Vietnam yang produktivitasnya mencapai 2,3 ton per hektare per tahun. Adapun produktivitas kebun kopi di Brazil sebesar 1,3 ton per hektare per tahun.
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kebun kopi di Indonesia adalah sebagian kebun kopi dalam keadaan rusak atau kurang terawat.
“Dari 1,26 juta hektare perkebunan kopi itu, ada tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas 188,91 ribu hektare dan tanaman menghasilkan (TM) atau produktif seluas 947,92 ribu hektare. Sementara luas areal tanaman tidak menghasilkan atau tanaman rusak (TTM/TR) mencapai 122,16 ribu hektare,” terang Syahrul.
Syahrul bertekad untuk meningkatkan jumlah dan mutu kopi di Indonesia. Salah satunya dengan menyediakan bibit kopi yang sehat dan berkualitas. Selain itu, memberikan dukungan pengembangan kopi melalui kemudahan pengajuan kredit usaha rakyat (KUR).