Pertanianku — Buah makasar atau Brucea javanica merupakan tanaman obat yang dapat digunakan untuk mengatasi disentri amoba, mencret, malaria, dan bengkak. Tanaman ini memiliki sebutan yang berbeda-beda di tiap daerah. Di Sumatera, tanaman ini disebut malur, sikalur, dan belur. Sementara itu, di Pulau Jawa disebut kwalot dan di Sunda disebut kendung peucang, ki padesa, dan kuwalot.
Morfologi tanaman buah makasar merupakan perdu tegak yang dapat tumbuh hingga setinggi 10 m dengan rambut halus. Daun tanaman tersusun spiral, bersirip ganjil, anak daun mencapai 3—15 helai berhadapan dengan tangkai yang pendek, berbentuk bundar telur lonjong hinggga bundar telur melanset. Buah tanaman terdiri atas 14 anak buah yang berdaging dan berwarna hitam keunguan ketika kering.
Bagian yang dapat dimanfaatkan dari tanaman sebagai obat herbal adalah akar, buah, dan daun. Bagian akar mengandung alkaloid brucamarine, yatanine, glikosida bruucealin, yatanoside A dan B, kosamine, dan fenol (brucenol, bruceolic acid). Sementara itu, pada bagian buah dan daunnya mengandung tanin.
Penyakit disentri dapat disembuhkan dengan buah tanaman. Anda hanya perlu menggiling 10—15 gram buah hingga halus, kemudian masukkan gilingan tersebut ke kapsul. Kapsul tersebut diminum sebanyak tiga kali sehari selama 7—10 hari.
Sementara itu, untuk mengatasi malaria, Anda dapat memanfaatkan 15—20 gram akar tanaman yang direbus bersama tiga gelas air bersih hingga tersisa satu gelas. Setelah dingin, air rebusan disaring dan diminum sebanyak ½ gelas.
Daun buah makasar dapat digunakan sebagai pertolongan pertama untuk mengatasi bengkak, memar akibat terbentur atau terpukul benda keras.
Dalam pengobatan tradisional, biji buah makasar sering digunakan sebagai obat kanker, disentri, dan malaria. Hal ini disebabkan oleh biji buah mengandung zat pahit, triterpen, sterin, lilin, dan senyawa fenolik.
Hingga saat ini belum ditemukan literatur yang membahas efek samping dari tanaman buah makasar. Namun, untuk berjaga-jaga dari efek samping yang kurang baik, ibu hamil dan ibu menyusui sebaiknya jangan mengonsumsinya. Begitu pun dengan anak-anak, sebaiknya jangan mengonsumsi dalam dosis tinggi sebelum berkonsultasi dengan dokter atau herbalis.