Budidaya Ikan Lele Mutiara dengan Modal Minim

Pertanianku Lele mutiara merupakan strain baru hasil persilangan antara lele mesir, lele paiton, lele sangkuriang, dan lele dumbo. Jenis lele ini sering dibudidayakan karena memiliki mutu yang tinggi dan mudah untuk dipelihara.

lele mutiara
foto: pixabay

Laju pertumbuhan ikan lele mutiara terbilang cukup tinggi. Oleh karena itu, durasi pemeliharaan dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Waktu yang dibutuhkan untuk pembesaran benih berukuran 5—7 cm untuk padat tebar 100 ekor/m2 membutuhkan waktu selama 40—50 hari. Sementara, untuk padat tebar 200—300 ekor/m2 membutuhkan waktu untuk pembesaran selama 60—80 hari.

Lele mutiara juga memiliki daya tahan terhadap penyakit yang tinggi diiringi dengan toleransi terhadap lingkungan juga relatif tinggi. Ikan ini dapat hidup pada suhu 15—35°C, kadar amonia < 3 mg/L, pH 5—10, kadar nitrit < 0,3 mg/L, dan kadar salinitas 0—10 persen.

Kelebihan lain yang dimiliki oleh lele strain baru ini adalah produktivitasnya yang terbilang tinggi dibandingkan dengan benih-benih lele strain yang lain. Selain itu, proporsi daging yang dimilikinya relatif lebih banyak sehingga porsi keuntungan berbudidaya lele mutiara pada tahap pembesaran lebih menguntungkan ketimbang budidaya benih-benih strain yang lain.

Salah satu teknik budidaya yang membutuhkan modal minim adalah teknik budidaya dengan total akuakultur. Tenik total akuakultur merupakan sistem penerapan semua unsur yang memengaruhi produktivitas budidaya secara keseluruhan dan seefesien mungkin. Budidaya dengan teknik ini biasanya digunakan untuk usaha pembesaran.

Pada umumnya teknik budidaya total akuakultur membutuhkan modal awal sekitar Rp4.000.000,00 dengan perhitungan untuk pengeluaran pembelian benih lele sebanyak 3.000 ekor dengan volume kolam terpal bulat 3 m2.

Keunggulan lain dari teknik budidaya ini adalah mudah dilakukan untuk segmen pembesaran dengan masa panen yang dapat dilakukan dalam waktu 50 hari dan tidak membutuhkan lahan yang luas. Pembesaran lele dapat dilakukan di kolam terpal dengan diameter 3 m yang mampu menampung populasi sebanyak 3.000 ekor.

Teknik budidaya ini dapat menggunakan berbagai jenis kolam seperti kolam beton, kolam fiber, kolam terpal, dan kolam tanah. Hal yang harus diperhatikan untuk pembuatan kolam adalah konstruksinya harus tepat agar tidak mudah bocor, mudah dikelola, dan dapat melindungi ikan yang ada di dalamnya.

Benih yang akan ditebar harus seragam. Benih yang digunakan harus memiliki kondisi yang sehat dan tidak cacat. Ukuran benih yang digunakan untuk pembesaran bisa dari 5—7 cm atau 7—8 cm.

Manajemen pemberian pakan harus dilakukan dengan benar agar dapat menghasilkan ikan dengan kualitas yang diharapkan. Pakan yang diberikan merupakan pakan yang telah difermentasi yang terdiri atas 300 ml larutan stok probiotik fermentatif dengan 1 kg pakan. Pakan ini akan diberikan minimal dua kali sehari, pada pagi dan sore hari.

Tahapan selanjutnya yang harus dilakukan adalah monitoring selama masa pemeliharaan. Hal ini bertujuan mendeteksi sedini mungkin kendala yang muncul selama masa budidaya.