Pertanianku — Pengendalian gulma masuk ke biaya pemeliharaan sebesar 15 persen. Fungsinya untuk mengendalikan gulma yang tumbuh di area perkebunan. Biasanya, petani menggunakan herbisida sistemik berbahan aktif glisofat. Namun, ternyata herbisida glisofat tak hanya masuk ke jaringan gulma, tetapi juga ke jaringan tanaman kopi sehingga mengontaminasi hasil panen kopi.

Kopi yang sudah terkontaminasi glisofat akan mengalami penurunan kualitas. Kondisi ini tentu saja mimpi buruk untuk kopi-kopi Indonesia yang akan diekspor. Uni Eropa termasuk pangsa pasar kopi yang sangat berpotensial. Salah satu kebijakan Uni Eropa adalah mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk masing-masing sebesar 50 persen dan 20 persen serta menambah pertanian organik.
Melansir dari ditjenbun.pertanian.go.id, saat ini Uni Eropa telah memperbaharui persetujuan beberapa pestisida, salah satunya pestisida yang berbahan aktif glisofat. Uni Eropa mengusulkan untuk menurunkan batas maksimal residu glifosat pada biji kopi dari 0,1 mg/kg menjadi 0,05 mg/kg.
Sementara itu, di Indonesia belum ada aturan pembatasan penggunaan herbisida berbahan aktif glifosat. Tak heran, masih banyak petani yang menggunakannya karena herbisida ini dinilai efektif dan cepat dalam mengendalikan gulma. Padahal, penggunaannya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap biji-biji kopi yang akan diekspor ke Uni Eropa.
Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan residu glifosat adalah menerapkan sistem budidaya organik. Pertanian organik menghindari penggunaan pupuk dan pestisida kimiawi. Budidaya kopi yang menggunakan sistem budidaya organik dapat mengurangi biaya input, terutama untuk pupuk dan pestisida.
Pengendalian gulma pada sistem budidaya organik dilakukan secara manual/mekanis. Pengendalian gulma yang berumbi atau rizoma dilakukan dengan cara mencangkul dan mengangkat ke permukaan tanah. Setelah itu, gulma dikumpulkan dan dimusnahkan.
Gulma yang berdaun lebar dan berdaun sempit dapat dikendalikan dengan menggunakan alat atau mesin pemotong rumput.
Pengendalian gulma memiliki peran penting. Salah satunya adalah mempermudah proses panen/memungut biji kopi yang jatuh.
Pada 2021, Direktorat Perlindungan Perkebunan telah melakukan uji glisofat pada kopi organik yang dihasilkan oleh Kelompok Tani Pelaksana Kegiatan Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan. Berdasarkan pengujian dengan LoD (Limit of Detection) 0,016 ppm yang dilakukan pada 33 sampel biji kopi, tidak ditemukan ada biji kopi yang mengandung glifosat.