Bulbophyllum irianae, Spesies Anggrek Baru Papua

Pertanianku — Belum lama ini, seorang ilmuwan asal Belanda berhasil menemukan spesies anggrek baru dan endemik di sana. Tepatnya di perbatasan Kabupaten Kerom, Provinsi Papua.

spesies anggrek baru
Foto: Google Image

Ia adalah Eduard de Vogel adalah seorang ilmuwan di Naturalis Biodiversity Center and Hortus Botanicus, di Kota Leiden, Belanda. Meski begitu, kecintaannya terhadap Indonesia, khususnya Papua, membuatnya mengabdi di Yayasan Pendidikan Alam Papua (Yadikap).

Eduard menemukan spesies anggrek tersebut bersama beberapa koleganya, Daawia Suhartawan, Charlie Heatubun (akademisi dari Universitas Papua dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Papua Barat), serta Eline Hoogendjik (Naturalis Biodiversity Center and Hortus Botanicus, Leiden University).

“Namanya Bulbophyllum irianae,” tutur Eduard, dilansir dari mongabay.co.id.

Bulbophyllum irianae terinspirasi dari nama istri Presiden Joko Widodo, Iriana. Nama itu kemudian disematkan di belakang genus Bulbophyllum. Eduard mengungkapkan, pemberian nama itu merupakan penghargaan kepada Ibu Iriana karena ikut mendorong dan mendukung pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat.

Penemuan yang dipublikasikan pada jurnal ilmiah Orchideenjournal Vol.6 ini memaparkan bahwa Bulbophyllum irianae atau anggrek iriana memiliki mahkota epifit (hidup menumpang pohon lain) pada kanopi hutan hujan di ketinggian 45 meter dan akan berbunga pada Februari.

Selain Bulbophyllum irianae, jurnal tersebut juga membahas anggrek Bulbophyllum adolinae. Spesies itu ditemukan pada 2014 oleh tim peneliti Universitas Papua dan Kew Botanical Garden dari United Kingdom (Inggris).

Nama anggrek ini ditujukan untuk Juliana Adolina Kiriweno, istri Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan. Pemberian nama ini sebagai bentuk penghargaan untuk Adolina yang dikenal sebagai penggerak pelestarian alam Papua Barat.

Bulbophyllum adolinae merupakan tumbuhan epifit dan endemik Pegunungan Arfak. Spesies ini menumpang hidup pada batang pohon yang tertutupi dengan lumut di ketinggian 1.970 meter dari permukaan laut. Bunganya akan mekar pada Juli.

Pengabdian Eduard untuk anggrek Indonesia sudah dilakukan sejak bertahun-tahun lalu. Sebelumnya, pada 1986, Eduard mendirikan jurnal ilmiah khusus anggrek bernama Orchid Monographs. Kemudian pada 1993, ia melakukan studi dan inventarisasi anggrek di New Guinea, daratan Papua untuk memperdalam pengetahuannya.

Di tahun yang sama, untuk pertama kalinya, Eduard mengenal tanah Papua di semenanjung kepala burung. Dia mempelajari anggrek saat dirinya masih menjadi mentor mahasiswa, baik Belanda maupun Indonesia, untuk meneliti anggrek. Ia meyakini bahwa flora dan fauna di Tanah Papua masih menyimpan banyak spesies baru yang belum ditemukan.

Negara Papua New Guinea memang diyakini memiliki keragaman jenis anggrek kedua di dunia setelah Pegunungan Andes, Amerika Serikat. Jika sebelumnya pada Pegunungan Andes terdapat sekitar 7.000 spesies anggrek, maka di Papua diperkirakan memiliki 2.000 hingga 3.000 spesies dari sekitar 30.000 anggrek di dunia. Papua New Guinea memiliki endemik anggrek hingga 90 persen yang artinya tidak dapat ditemukan di tempat lain.