Pertanianku — Bungkil inti sawit merupakan hasil sampingan dari industri pembuatan minyak kelapa sawit. Indonesia memiliki lahan perkebunan sawit yang sangat luas. Bahkan, menjadi salah satu komoditas ekspor yang diandalkan. Industri ini menghasilkan limbah yang tidak dimanfaatkan dalam bentuk bungkil inti sawit. Namun, ternyata bungkil ini bisa dimanfaatkan menjadi pakan ternak yang bergizi.
Penelitian ini telah dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. Menurut informasi yang dilansir dari Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian, penambahan bungkil inti sawit ke dalam pakan buatan seperti ransum ternyata memiliki kandungan gizi yang setara dengan bukil kedelai dan DGDS.
Penggunaan bungkil inti sawit ke dalam formulasi konsentrat dapat menurunkan biaya pakan hewan, dan tetap mampu menjaga kualitas hewan ternak. Terobosan terbaru ini sangat bermanfaat bagi para peternak yang berada di dekat kawasan perkebunan kelapa sawit. Mereka dapat menghemat biaya transportasi dan biaya bahan baku.
Selain peternak, terobosan ini juga bermanfaat bagi para pemilik kebun kelapa sawit. Mereka sudah tidak perlu bingung dengan limbah yang dihasilkan dan tidak terolah. Mereka dapat mengalokasikan limbah tersebut kepada para peternak.
Prof. Dr. Arnold P. Sinurat salah satu peneliti yang berasal dari Balai Penelitian Ternak menjelaskan bahwa untuk meningkatkan nilai gizi yang tersimpan di dalam bungkil, bungkil diproses terlebih dahulu.
Proses pertama, yaitu pengayakan bungkil dengan menggunakan mesin. Selanjutnya, untuk meningkatkan kecernaan gizi bungkil dengan menggunaan enzim BS4 dan juga dapat dilakukan dengan fermentasi untuk meningkatkan nilai kandungan gizi di dalam bungkil. Bungkil mengandung protein sebesar 15 persen.
Pemanfaatan bungkil sudah dibuktikan oleh beberapa peternak yang sudah lebih dulu mengikuti seminar yang diadakan oleh Balai Penelitian Ternak. Salah satu peternak, yaitu Pak Rahmat menggunakan dosis bungkil sebanyak 15 persen. Menurutnya, penggunaan bungkil ini terbilang cukup membantu, bahan baku mudah didapatkan, harga lebih murah, dan produksi tetap sama seperti penggunaan bekatul.