Pertanianku — Direktorat Perlindungan Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) sudah merencanakan lima program utama pada 2021. Seluruh kegiatan tersebut berkaitan dengan pengamanan produk pertanian untuk meningkatkan daya saing, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, melalui pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) sesuai dengan pengelolaan hama terpadu (PHT), dan dampak perubahan iklim (DPI).
Melalui rencana yang sudah disusun, produk yang dihasilkan akan aman untuk konsumsi dan ramah lingkungan.
“Produk yang dihasilkan juga layak ekspor karena memenuhi persyaratan teknis SPS (sanitary and phytosanitary) yang diatur WTO (Organisasi Perdagangan Dunia),” tutur Direktur Perlindungan Ditjen Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf, seperti dikutip dari laman pertanian.go.id.
Adapun kelima program yang akan digunakan adalah memasifkan gerakan pengendalian (gerdal) hama atau OPT, penerapan PHT, penanganan DPI, menggencarkan bimbingan teknis (bimtek), pengawasan, evaluasi, dan regulasi, serta menguatkan kelembagaan terkait seperti BPTPH, PDPT, LPHP, klinik PHT, desa pertanian organik, SIM DPI, SIG OPT, dan BBPOPT Jatisari di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
“Realisasi gerdal melalui sosialisasi pengelolaan OPT sesuai prinsip PHT, baik preventif maupun kuratif, secara serempak dalam wilayah luas dan secara berkesinambungan, juga penyediaan bahan pengendalian ramah lingkungan secara mandiri. Adapun bahan pengendalian OPT ramah lingkungan seperti likat kuning, feromon seks, perangkap lampu, refugia, agen pengendali hayati, pestisida nabati, PGPR, dan trichokompos (pupuk organik berbahan dasar jamur antagonis Trichoderma sp.),” jelasnya.
Melalui pengendalian OPT yang sesuai dengan prinsip PHT, produk pertanian yang dihasilkan akan ramah lingkungan dan bisa dipasarkan di pasar global. Dengan demikian, neraca perdagangan hortikultura berpeluang akan meningkat dan kesejahteraan petani pun naik.
Nantinya, penerapan pengelolaan OPT skala luas (area wide management atau AWM) akan dilakukan pada budidaya aneka buah prospektif ekspor, seperti mangga, manggis, pisang, nanas, buah naga, salak, dan sebagainya. Kebijakan tersebut sebenarnya sudah dijalankan sejak 2019, seperti AWM lalat buah pada buah salak di Banjarnegara dan Magelang (Jawa Tengah) dan Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada 2021 mendatang, Ditjen Hortikultura akan mengalokasikan kegiatan penanganan DPI ke daerah yang mengalami defisit cabai dan bawang merah, kota penyangga Jakarta atau Jabodetabek, dan daerah yang terdampak kekeringan dan banjir. Program DPI akan diprioritaskan pada provinsi sentra yang sering mengalami kekeringan seperti di Jabar, Jateng, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).