Pertanianku – Kepala daerah dan para petani mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan yang sudah masuk prolegnas. RUU Pertembakauan dinilai dapat membentengi secara hukum keberadaan petani tembakau dari ancaman intervensi asing dan kebijakan impor tembakau. Keduanya menjadi ancaman petani seiring dengan keputusan pabrikan yang mulai mengurangi pembelian tembakau lokal di saat produksi rokok melonjak naik.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Wisnu Brata mengatakan, mereka memerlukan regulasi yang bisa melindungi petani sekaligus juga menjadikan petani mandiri di dalam negeri.
“Dalam Pasal 20 RUU pertembakauan disebutkan jelas ada definisi mengenai rokok kretek di mana bahan baku lokal lebih besar dari impor dengan perbandingan 80% lokal dan 20% impor. Pada Pasal 30 ada disparitas cukai untuk kretek, jadi, ini bentuk perlindungan ke petani,” ujar Wisnu. Kejelasan regulasi menjadi sangat penting karena dikhawatirkan industri tembakau ke depannya hanya akan jadi sejarah saja akibat tidak ada proteksi dari pemerintah.
Menurut Wisnu, kampanye negatif yang dilakukan LSM dengan biaya asing terhadap industri tembakau seringkali tidak adil. Wisnu khawatir petani tembakau tidak akan mampu berdaulat jika tidak ada perlindungan. Untuk itu, Presiden Jokowi yang mengedepankan kemandirian ekonomi berdikari dinilai sudah seharusnya mendukung RUU Pertembakauan karena prinsipnya melindungi petani. “Presiden harus memberi perhatian penuh terhadap RUU Pertembakauan karena ini demi kemandirian ekonomi agar tidak bergantung pada impor,” ungkap Wisnu.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zainul Majdi, “Kita tidak setuju regulasi apa pun yang cenderung mematikan para petani tembakau di daerah, maka keberadaan RUU Pertembakauan akan melindungi keberadaan petani kita. Ini masalah keberpihakan.” Zainul menuturkan NTB adalah salah satu provinsi penghasil tembakau terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik NTB, terdapat delapan wilayah pengembangan komoditi tembakau.
Mengenai polemik dari RUU Pertembakauan, Zainul meminta banyak pihak agar arif bijak meresponsnya. Mereka diminta menempatkan segala sesuatunya secara komprehensif dan tidak berupaya mematikan hak hidup petani tembakau.