Ekspor Tanaman Herbal Jadi Peluang Bisnis yang Pas Untuk Milenial

Pertanianku — Prospek bisnis biofarmaka atau tanaman obat diprediksi akan menjadi primadona bagi angkatan milenial. Pasalnya, tidak hanya untuk sebagai obat, tetapi juga sebagai peluang ekspor tanaman herbal yang menjanjikan.

ekspor tanaman herbal
Foto: Pixabay

Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian, Suwandi, saat menjadi pembicara dan kuliah umum di sekitar 175 mahasiswa dan civitas akademik Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Yogyakarta-Magelang, Selasa (11/12).

Menurutnya, biofarmaka ada 14 komoditas rimpang antara lain jahe, kunyit, lengkuas, lempuyang, temu lawak, temu kunci, temu ireng, dan dlingo yang sangat diminati masyarakat dan memiliki pasar yang luas.

“Permintaan ekspor jahe dan kunyit sangat tinggi. Masih ada lagi 52 jenis komoditas nonrimpang seperti kapulaga, mengkudu, sambiloto, mahkuto (mahkota) dewa, lidah buaya, dan lainnya,” ujar Suwandi.

Di sisi lain, Suwandi menekankan transformasi yang dilakukan, mengubah STPP menjadi tren untuk mencetak regenerasi muda untuk berbisnis pertanian, termasuk biofarmaka berkelas dunia. Mampu menjadi wirausaha muda tangguh untuk menggerakkan roda ekonomi di sekitarnya.

“Seluruh kegiatan usaha dari apa yang sangat menyenangkan untuk mengembangkan milenial. Bahkan, bisnis, tata niaga, dan ekspor jahe, kunyit, dan lengkuas sangat menjanjikan,” ujarnya.

Suwandi mengungkapkan pada 2018, ekspor jahe mencapai 2.000 ton, saffron 1.000 ton, kunyit 7.000 ton, kapulaga 6.000 ton, dan tanaman biofarmaka lain 1.000 ton. Bisnis biofarmaka lebih maju seiring berkembangnya industri herbal dan menawarkan gaya hidup masyarakat yang alami.

“Produk tanaman obat untuk memasok ke industri herbal, rumah sakit herbal, salon kecantikan, bahan kosmetik, spa, dan lainnya. Kuncinya di teknologi pengolahan, manajemen industri, pengemasan, dan jejaring,” ungkapnya.