Pertanianku – Kegagalan bukan berarti seseorang harus menyerah dengan keadaan. Inilah yang dialami oleh Abdullah Hadi, pria asal Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang awalnya menjalankan usaha budidaya lele tetapi usahanya tersebut tidak berkembang dengan baik dan harus menelan pil pahit.
Mimpinya saat itu menjadi pengusaha di bidang perikanan. Bermodal uang hasil kerja di Korea Selatan sebesar Rp130 juta, ia merintis bisnis lele. “Angan-angan saya waktu pulang mau usaha perikanan, karena di daerah saya itu airnya melimpah,” ujar Hadi seperti mengutip detikFinance, (8/8).
Uang hasil kerja keras di Korsel sudah terpakai semua untuk membuka dan membangun bisnis lele. Sayang, Hadi justru gagal meraup pundi-pundi rupiah dari budidaya lele. Ia lantas mengalami kerugian yang tak sedikit.
“Saya gagal pulang dari Korea. Cita-cita yang saya idamkan pulang dari Korea jadi pengusaha, gagal,” ungkap Hadi.
Namun, Hadi akhirnya berpikir dan memutar otak dan ia tidak menyerah pada keadaan. Kemudian, ide tersebut muncul dan ia kembali merintis usaha peternakan di bidang lain, yakni beternak ayam.
Ia mendatangi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) untuk mencari tahu program usaha bagi mantan TKI, dan ternyata ada yang namanya pemberdayaan TKI purna. Programnya adalah beternak ayam.
Setelah ikut program pemberdayaan, pada 2015 Hadi bersama 3 orang mantan TKI Korsel ingin membangun peternakan ayam modern, dengan kandang besar di atas lahan 100 × 10 meter dan pengolahan limbah yang terintegrasi. Karena terbentur biaya, mereka membutuhkan modal sekitar Rp1 miliar—Rp2 miliar untuk bangun kandang seperti itu.
BNP2TKI akhirnya memberi pinjaman usaha dari BNI dengan jaminan sertifikat tanah. Dalam seminggu, uang cair. Segera setelah uang pinjaman tersebut cair, ia langsung membangun dua kandang ayam berukuran besar.
Hadi bermitra dengan PT Super Unggas Jaya (Suja), anak usaha Cheil Jedang Feed Indonesia, perusahaan peternakan asal Korsel yang beroperasi di Indonesia. PT Suja memasok bibit ayam potong jenis kop ke peternakan Hadi untuk dibesarkan.
Ternyata bisnis ini menggiurkan. Ayam siap panen di usia 22 hari dengan bobot 1 kg dan 29 hari dengan bobot 1,6 kg dihargai Rp4.000—Rp5.000/ekor. Singkat cerita, saat ini sudah ada 24 kandang dengan populasi ayam sekitar 600.000 ekor.
Untuk menjalankan bisnisnya tersebut, Hadi bekerja sama dengan para mantan TKI dari Korea Selatan sehingga mereka tak perlu kembali mencari rezeki di negeri orang. Para mantan TKI ini menjadi investor kandang dan ayam.
“Saya ingin mereka menjadi pengusaha di Indonesia, tak perlu kembali lagi bekerja di negeri orang,” ungkapnya.
Satu kandang dimiliki 4 orang dengan populasi antara 30.000—40.000 ekor. Modal berasal dari uang hasil kerja keras mereka di Korsel. Total omzet tiap kandang untuk setiap kali panen berkisar antara Rp135 juta—Rp180 juta per bulan. Hadi juga punya ayam sendiri dengan populasi mencapai 220.000 ekor.