Harga Cabai Rawit Diprediksi Kembali Normal pada April

Pertanianku — Saat ini harga cabai rawit kembali melambung tinggi, kenaikan harganya cukup signifikan. Kenaikan harga cabai disinyalir karena cuaca ekstrem sehingga menyebabkan serangan OPT semakin intens. Selain itu, kebun cabai di beberapa wilayah sentra produksi mengalami kerusakan akibat banjir. Kondisi tersebut menyebabkan pasokan cabai rawit terus menurun dan memicu kenaikan harga.

harga cabai rawit
foto: Pertanianku

Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto menggerakkan seluruh jajarannya untuk memantau kondisi pertanaman cabai di lapangan dan melakukan beberapa upaya meredam gejolak harga cabai agar tidak berkepanjangan.

Prihasto menjelaskan bahwa berdasarkan data seri produksi 5 tahun terakhir, Desember hingga Februari memang merupakan bulan waspada karena produksi cabai cenderung menurun dibanding bulan-bulan lainnya. Pada tahun ini penurunan produksi cabai disebabkan oleh cuaca esktrem La Nina.

Cuaca ekstrem tersebut menyebabkan bunga rontok dan proses pemasakan buah menjadi lebih lama karena intensitas cahaya matahari berkurang. Selain itu, masa produktif menjadi lebih pendek sehingga frekuensi pemetikan berkurang.

“Tak hanya itu, musim hujan juga meningkatkan serangan OPT seperti virus kuning, antraknosa, lalat buah, dan lain sebagainya,” ujar Prihasto seperti dikutip dari laman pertanian.go.id.

Berdasarkan data Early Warning System (EWS) Direktorat Jenderal Hortikultura, ketersediaan komoditas cabai rawit diprediksi akan kembali normal pada Maret hingga Mei mendatang.

“Surplus produksi pada bulan ini diperkirakan sebanyak 12 ribu ton, dan akan meningkat pada bulan April sebanyak 42 ribu ton, serta Mei sebanyak 48 ribu ton,” papar Direktur Sayuran dan Tanaman Obat.

Dirjen Hortikultura telah melakukan berbagai upaya untuk menstabilkan harga cabai, di antaranya mendorong petani untuk menerapkan inovasi rainshelter pada penanaman cabai off-season yang terjadi pada Juli dan Agustus.

Untuk menjaga pasokan cabai di DKI Jakarta, akan dilakukan buffer stock berupa standing crop di wilayah-wilayah daerah penyangga yang bisa dikendalikan pemerintah. Melakukan kerja sama dengan off taker untuk memindahkan cabai dari wilayah yang surplus ke daerah yang kekurangan produk dan menyerap hasil panen dari petani agar harganya tidak jatuh sehingga petani tetap tertarik bertanam cabai sepanjang tahun.