Pertanianku — Fluktuasi harga vanili diprediksi akan terus membaik hingga 5—10 tahun mendatang. Itu karena pasokan vanili tidak sepadan dengan permintaan pasar. Pada September 2018, harga vanili segar di tingkat pekebun Manado, Sulawesi Utara, mencapai Rp600 ribu per kilogram. Sementara, satu kilogram vanili kering berasal dari 8—10 kilogram vanili segar.
“Sepanjang sejarah inilah rekor harga tertinggi vanili,” ujar John S. Tumiwa, eksportir vanili di Jakarta seperti dikutip Majalah Trubus edisi Oktober 2018.
Padahal, pada 2016, harga vanili segar di tingkat pekebun hanya Rp250 ribu per kilogram. Setahun berselang, harga meningkat menjadi Rp400—Rp500 ribu per kilogram.
John mengatakan, pekebun mulai panen vanili pada Mei 2018 dan panen raya pada Agustus—Oktober 2018, bahkan hingga November 2018, masih ada sisa panen. Ia memprediksi, harga satu kilogram polong vanili kelas 1 berkualitas prima bakal mencapai p6,2 juta di tingkat pekebun.
Di pasar dunia, harga vanili mencapai Rp7,44 juta. Diperkirakan, harga vanili 5—10 tahun mendatang juga akan stabil, bahkan meningkat. Menurut John, penyebab harga terus membaik karena sentra di Madagaskar rusak, permintaan vanili yang meningkat, dan kesadaran pekebun untuk menghasilkan vanili berkualitas juga terus meningkat.
Pengguna vanili meluas ke berbagai aspek pasar seperti produsen makanan, minuman, dan produsen minyak wangi. Seringkali perkembangan pasar vanili tidak stabil sehingga fluktuasi. Pemicu lainnya adalah terjangan topan Enawo di Madagaskar. Peristiwa pada Maret 2017 itu menghancurkan sepertiga tanaman vanili di negeri tersebut.
Dampaknya, produksi vanili di sana menurun drastis. Pasalnya selama ini, Madagaskar merupakan produsen vanili terbesar di dunia. Negara itu memasok hampir 70% atau sekitar 1.500 ton vanili per tahun. Oleh karena kelangkaan pasokan vanili di pasar dunia itu, memicu melambungnya harga vanili.