Hasil Manis Budidaya Padi Ramah Lingkungan

Pertanianku Budidaya padi ramah lingkungan (BPRL) merupakan teknologi inovasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan). Teknologi ini diaplikasikan pada demfarm kelompok tani (Poktan) Sri Rejeki, Desa Jaya Laksana, Kecamatan Bunder, Kabupaten Indramayu. Teknologi BPRL tersebut sudah memberikan dampak positif berupa kenaikan produktivitas dengan hasil panen yang mencapai 11 ton GKP dari sebelumya 4—7 ton GKP.

budidaya padi ramah lingkungan
foto: Pertanianku

Kenaikan produktivitas tersebut disampaikan oleh peneliti sekaligus penanggung jawab kegiatan, Dr. Bambang Susanti, S.P., M.Si dalam panen perdana Kegiatan Diseminasi Inovasi Teknologi Perbenihan dan Perbibitan Balitbangtan (29/08).

Ketua Poktan Sri Rejeki, Sanedi, membenarkan hal tersebut.

“Dulu di sini sebelum mengenal Teknologi BPRL ini, biasanya 4 sampai 6 ton atau 7 ton GKP, sekarang bisa 11 ton GKP,” kata Sanedi seperti dikutip dari laman litbang.pertanian.go.id.

Budidaya padi ramah lingkungan membuat petani kembali ke alam. Sanedi mengatakan tak terlalu sulit menerapkan BPRL, terutama setelah mendapatkan materi dari BPTP Jawa Barat dan bimbingan dari BPP setempat.

Sanedi menambahkan, dengan penerapan BPRL, petani didorong untuk merdeka.

“Petani itu harus merdeka. Jangan ketergantungan produk-produk luar negeri, kayak obat-obatan begitu. Dengan BPRL, semua kembali ke alam. Jerami gak usah dibakar, dipakai lagi aja. Pupuk kita gak usah ketergantungan dari luar semua, bisa dari pupuk hewan, pakai yang alami hasilnya malah lebih bagus,” papar Sanedi.

Saat ini budidaya ramah lingkungan telah menjadi isu hangat. Pasalnya, budidaya tersebut mampu mengembalikan kesuburan lahan, menjaga kelestarian alam, dan meningkatkan produktivitas tanaman. Kepala Balitbangtan, Dr. Ir. Fadjri Djufry, MS., terus mengajak petani untuk menerapkan teknologi inovasi seperti BPRL.

“Balitbangtan sangat berkomitmen dalam penyediaan inovasi teknologi pertanian untuk seluruh wilayah Indonesia. Balitbangtan memiliki inovasi teknologi pertanian dari hulu sampai hilir,” tutur Fadjri.

Plt. Kepala BPTP Jawa Barat, Dr. Wiratno, M.Env, Mgt, menjelaskan keresahannya terkait kebiasaan petani dalam membakar jerami. Wiratno mengatakan teknologi BPRL yang sudah diperkenalkan mampu mengubah kebiasaan tersebut.

“Jerami-jerami yang ada memiliki potensi lebih tinggi daripada dibakar. Pengemposan jerami dengan aplikasi biodekomposer mempercepat residu organik menjadi bahan organik tanah dan membantu meningkatkan ketersediaan hara NPK di dalam tanah sehingga meningkatkan efisiensi pemupukan dan menekan perkembangan penyakit tular tanah. Biodekomposer yang digunakan pada kegiatan ini adalah Agrodeco dengan dosis 2—3 kg/hektare,” terang Wiratno.

Selanjutnya, BPRL juga mengaplikasikan pupuk hayati Agrimeth yang berbasis mikroba nonpatogenik untuk meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah. Pupuk hayati tersebut juga dicampurkan pada benih yang akan disemai. Terakhir, teknologi inovasi ini menggunakan pestisida nabati bioprotektor.