Pertanianku – Kopi luwak adalah salah satu jenis kopi yang sistem pengolahannya tak biasa dan berbeda dengan kopi jenis lainnya. Jika jenis kopi lain diolah dengan cara difermentasi dengan cara mengawetkannya di dalam peti, kopi luwak difermentasi di dalam pencernaan hewan luwak. Memang terdengar menjijikan, tapi memang itulah kenyataannya.
Jika selama ini kopi luwak didapat dari biji kopi yang keluar bersama kotoran luwak, tiga mahasiswa program studi Teknologi Hasil Pertanian (THP) Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember (Unej), ini justru membuat kopi luwak tanpa luwak! Wah, bagaimana bisa?
Mereka menyebutnya sebagai kopi luwak artifisial. Ketiga sahabat itu adalah Tri Angga Maulana, M. Ali Firdaus, dan Bagas Rizky Aldiano, sang penggagas kopi luwak artifisial tersebut.
Mewakili teman-temannya, Ali mengatakan bahwa alasan dirinya dan tim membuat kopi luwak artifisial ini lantaran menurutnya di balik cita rasanya, kopi luwak sendiri menyimpan banyak kontrovesi.
“Penyayang hewan tidak setuju karena luwak dipaksa untuk makan kopi, ada juga yang meragukan kebersihan dan kehalalan kopi luwak. Di sisi lain, harga kopi luwak sangat menjanjikan sehingga banyak yang berbisnis kopi luwak. Berangkat dari itulah, kami sepakat membuat kopi luwak artifisial ini,” kata Ali, dikutip dari Antara belum lama ini.
Anggota tim lainnya, Angga, mengungkapkan, kopi luwak artifisial buatannya bersama dua temannya sebenarnya bukan yang pertama. Yang membedakan kopi luwak artifisial kreasi mereka dengan yang lain adalah kadar cita rasa dan aromanya.
“Dari tes cita rasa dan aroma yang dilakukan oleh Pusat Kopi dan Kakao Jember, kopi luwak artifisial kami mendapatkan nilai 85,25, sedangkan nilai cita rasa dan aroma kopi luwak yang asli adalah 86, jadi kopi buatan kami sudah mirip dengan kopi luwak asli,” ujarnya.
Akhirnya, setelah meneliti selama kurang lebih lima bulan, ketiganya menemukan formula bagaimana menciptakan kopi luwak artifisial.
“Alhamdulillah kami menemukan formula bagaimana cara membuat kopi luwak artifisial. Resepnya tergantung pada tiga hal, yakni suhu saat menggoreng, pemberian enzim protease yang tepat, serta pengadukan yang pas. Semuanya kami tiru dari kondisi lambung luwak saat mencerna kopi,” ujar Bagas.
“Tapi mohon maaf, kami tidak bisa membuka resepnya karena akan kami patenkan dahulu,” sambung Bagas.
Saat ditanya soal harapan ke depannya, ketiga mahasiswa berprestasi ini kompak ingin melakukan penelitian mengenai kopi luwak artifisial agar hasilnya lebih sempurna.
“Selain ingin membakukan SOP pembuatan Kolutan (kopi luwak buatan), kami ingin menjajaki pembuatan Kolutan dalam skala rumah tangga dan mencari pemasok kopi yang tepat,” tambahnya.