Hewan Asal Papua ini Jarang Terlihat Manusia

Pertanianku – Dingo dan dingiso merupakan hewan asal papua yang sangat jarang terlihat manusia karena hewan ini hidup di dekat puncak tertinggi Indonesia. Alam Papua memang masih menjadi misteri sampai saat ini. Keaneka ragaman flora dan fauna di sana belum banyak dijumpai apalagi diteliti. Seperti dua hewan berikut ini yang mungkin namanya saja baru pertama kali Anda dengar yaitu dingo dan dingiso.

Hewan Asal Papua ini Jarang Terlihat Manusia

“Dua hewan itu adanya di dekat puncak tertinggi Indonesia, Puncak Carstensz di Papua. Belum banyak orang yang melihatnya,” jelas Maximus Tipagau, salah seorang tokoh pemuda masyarakat Suku Moni di Desa Ugimba, Kabupaten Intan Jaya kepada DetikTravel (6/6).

Dimulai dari dingiso, hewan ini memiliki nama ilmiah Dendrolagus mbaiso. Hewan ini merupakan hewan endemik sejenis kangguru pohon. Bentuknya, mirip seperti koala yang ada di Australia hanya saja bulunya berwarna hitam. Ukurannya pun lebih besar, serta punya garis putih di badannya.

Dingiso merupakan hewan jenis herbivora yang makanannya daun dan buah-buahan. Habitat dingiso ada di sekitar kawasan Pegunungan Tengah dekat Puncak Carstensz. Tepatnya di sekitar ketinggian 4.000 mdpl dan tak pernah turun dari sana.

“Dia hanya ada di hutan-hutan di sekeliling Puncak Carstensz. Ini hewan sangat sulit ditemui karena di atas pohon. Bagi kami Suku Moni, kami percaya mereka adalah leluhur kami,”  ungkap Maximus yang juga pemilik operator tur Adventure Carstensz.

Selanjutnya adalah dingo yang memiliki nama ilmiah Canis lupus, yang juga hidup di ketinggian yang sama dengan dingiso. Dingo adalah anjing liar yang hidup di kawasan Australia dan Asia Tenggara. Anjing ini mirip anjing biasa dan serigala, karena kalau dalam ilmu biologi, dingo berasal dari keluarga Canidae.

Bagi masyarakat Suku Moni, mereka menyebutnya dengan nama Sege Home yang berarti penjaga siang dan malam. Penjaga yang dimaksud, artinya anjing ini menjaga Puncak Carstensz yang dikeramatkan oleh beberapa suku-suku di Papua.

“Anjing ini percaya tidak percaya sangat sulit ditemui. Anjing ini hanya bisa dilihat oleh orang yang punya hak wilayat (hak tanah adat), seperti dari keturunan Tipagau dan Kobogau. Tak sembarang orang bisa melihat, kalau pun bisa melihatnya dia sangat beruntung,” ucap Maximus.

Maximus sendiri pernah bertemu dingo saat sedang berada di Basecamp Danau-danau, titik kemping terakhir sebelum mendaki Puncak Carstensz di ketinggian 4.300-an mdpl. Karena Maximus sendiri adalah keturunan Tipagau, anjing ini pun sangat jinak kepadanya.

Karena habitatnya yang berada di ketinggian 4.000 mdpl, dingo dan dingiso pun jarang sekali bertemu dengan manusia. Tapi yang disayangkan, menurut Maximus belum ada lembaga-lembaga lingkungan ataupun dari pemerintah yang meneliti tentang hewan ini.

“Ya sayang sekali, belum ada yang meneliti tentang hewan ini. Padahal dingo dan dingiso itu sangat unik, maka kami minta kepada pemerintah dalam hal ini khususnya Kemenhut dan pihak Taman Nasional Lorentz melakukan penelitan. Agar ketahuan masih berapa jumlahnya dan bisa dilestarikan. Jangan sampai punah, dingo dan dingiso juga ‘harta’ dari Papua,” tutur Maximus.