Indonesia Kembali Ekspor Daging Ayam ke Singapura

Pertanianku — Indonesia cukup mudah untuk mengekspor buah, sayur, udang, ikan baronang, tongkol, atau tuna ke negara tetangga, yakni Singapura, tapi tidak untuk daging ayam segar. Namun, kini Singapura telah membuka kembali pintu ekspor ayam dari Indonesia.

ekspor ayam
foto: Pertanianku

Ekspor perdana dilakukan oleh PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk. (CPIN) sebanyak 10 kontainer dengan bobot 50 ton. Pengapalan komoditas sudah dilakukan pada Kamis 14 Juli hingga Desember 2022 mendatang dengan volume total mencapai 1.000 ton.

Pintu ekspor dibuka oleh Pemerintah Singapura setelah Pemerintah Malaysia memutuskan untuk menghentikan ekspor beberapa bahan pangan, termasuk ayam beku. Pemberhentian ekspor tersebut dilakukan ke semua destinasi sejak Juni 2022 dengan alasan untuk mengantisipasi krisis pangan global.

Selain itu, indeks harga pangan di Malaysia tercatat merangkak naik. Oleh karena itu, Malaysia mulai menyetop sementara waktu ekspor ayam, produk makanan olahan dari terigu, minyak kelapa, dan sejumlah sayuran.

Melansir dari Indonesia.go.id, saat ini Singapura membutuhkan 3,6–4 juta ekor unggas (ayam dan bebek) tiap bulannya. Malaysia biasanya memasok sekitar 30% (2.000 ton) dari kebutuhan ayam hidup yang dikirim langsung ke rumah pemotongan hewan di Singapura. Selebihnya, Singapura mengimpor ayam beku dari Amerika Serikat dan Brazil.

Dari hasil lelang, terpilih tiga perusahaan yang akan mengekspor daging ayam, dua di antaranya anak perusahaan CPIN dan Japfa Comfeed. Namun, karena tidak berpengalaman mengekspor ayam hidup, yang ditawarkan adalah ayam potong segar berbobot 2 kg. Ayam potong ini cocok untuk hidangan nasi Hainan khas Singapura.

Indonesia telah memulai ekspor ayam sejak 20 tahun silam, negara eksportir utamanya adalah Timur Tengah. Namun, sejak merebaknya wabah flu burung pada 2003, Indonesia kehilangan peluang ekspor. Negara Asia lainnya yang ikut terkena dampak tersebut adalah Tiongkok, Kamboja, Thailand, Bangladesh, India dan lain-lain. Sejak saat itu ayam dari Amerika dan Brazil menguasai pasar dunia.

Wabah flu burung telah dinyatakan usai pada 2007. Namun, tidak mudah untuk membangkitkan kembali ekspor ayam. Banyak aral yang menyebabkan produksi masih terbatas, seperti harga pakan yang tergolong tinggi. Itu sebabnya peternak unggas di Indonesia hanya mampu memenuhi permintaan pasar domestik dan permintaan ekspor yang relatif kecil seperti ke Timur Tengah, Papua Nugini, dan Timor Leste.