Pertanianku – Pasar bebas Asean atau yang dikenal dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) mulai berlangsung sejak awal Januari 2016 lalu. Untuk menghadapi MEA, Indonesia perkuat sektor pertanian.
Penguatan dilakukan dengan cara melakukan pemberdayaan petani melalui penyuluhan pertanian dengan pendekatan kelompok. Pendekatan ini dilakukan untuk dapat membangun sinergisitas antar petani.
“Petani tidak bisa berdiri sendiri, melainkan harus berkelompok. Makanya para petani harus membentuk kelompok petani (Poktan) dan gabungan kelompok tani (Gapoktan),” ungkap Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian Pertanian, Fathan A. Rasyid.
Saat membuka acara Bimbingan Teknis Peningkatan Kapasitas Kepemimpinan Kelembagaan Tani di Bandung yang diikuti oleh 102 peserta yang terdiri dari pengurus KTNA setiap provinsi dan Gapoktan, beberapa waktu lalu Fathan mengatakan, kelembagaan petani merupakan hal yang paling penting dalam menghadapi MEA.
Pasalnya, produk-produk pertanian asal Indonesia selama ini banyak dikuasai oleh asing akibat lemahnya kelembagaan petani. Akibatnya, harga komoditi Indonesia ditentukan bukan oleh petani, tapi pihak luar. “Di MEA ini petani harus menjadi pemain dan penentu harga. Jangan negara lain yang menentukan karena sepenuhnya, Indonesia adalah negara pertanian. Makanya kelembagaan petani harus ditumbuh-kembangkan,” ujar Fathan.
Dampak positifnya adalah dapat membentuk kelembagaan petani. Penyaluran bantuan dan sosialisasi kebijakan lebih difokuskan. Berdasarkan peraturan yang ada, pemerintah harus memberikan bantuan kepada petani yang sudah berkelompok. Selain itu, sosialisasi kebijakan akan lebih mudah jika petani berkelompok. Apalagi jumlah penyuluh pertanian yang terbatas.
Data Badan PPSDM Pertanian menyebutkan, jumlah kelembagaan petani saat ini sebanyak 585.235 kelompok. Terdiri Poktan 510.071, Gapoktan 61.114 kelompok, dan kelembagaan perekonomian petani sebnyak 14.068 kelompok. Jumlah ini masih sedikit dibandingkan dengan jumlah Rumah Tangga (RT) Petani sebanyak 31,7 juta jiwa.
Dengan data tersebut, Fathan menyebutkan, masih ada 23,6 juta jiwa petani yang belum berkelompok. Melihat jumlah RT petani yang mencapai 31 juta jiwa, seharusnya jumlah kelembagaan petani 1 juta kelompok. Makanya harus ditumbuh kembangkan kelembagaan petani.