Pertanianku – Perkembangan populasi walet di berbagai daerah tidak selalu sama. Ada daerah yang sudah puluhan tahun terdapat populasi walet, ada juga daerah yang baru beberapa tahun dibangun sudah mulai dihuni walet. Berdasarkan jumlah populasi burung tersebut, sentra walet dapat dibedakan dalam lima lokasi.
a. Lokasi sentra kecil
Jumlah gedung walet yang ada di lokasi sentra ini terdiri dari 1—3 gedung. Populasi waletnya berkisar 1.000—3.000 ekor. Umumnya, lokasi ini baru berkembang selama dua sampai tiga tahun. Contoh sentra walet kecil adalah Palangkaraya. Contoh lokasi sentra kecil lainnya adalah Pangkalan Bun, Kalimantan Selatan. Di daerah ini, jumlah gedung walet masih sedikit. Prospek untuk mendirikan gedung walet di lokasi sentra kecil ini masih sangat bagus. Dengan catatan, sumber pakan di daerah tersebut cukup melimpah dan tersedia dalam jangka waktu yang panjang.
b. Lokasi sentra berkembang
Lokasi sentra ini terdiri dari 3—10 gedung dengan populasi walet sebanyak 3.000—10.000 ekor. Umumnya lokasi ini mulai berkembang 3—5 tahun. Contoh sentra walet ini adalah di Labuhan Maringgai (Lampung Timur). Prospek mendirikan gedung walet di lokasi ini masih cukup bagus. Namun, harga tanah di tempat ini sudah mulai mahal, yaitu antara Rp 250.000,00—500.000,00/m2. Contoh lain yaitu Samuda dan Sampit. Di lokasi ini, gedung-gedung walet mulai banyak dibangun. Sebagian lahan lain memanfaatkan toko atau ruko. Harga tanah di daerah ini sudah mulai mahal, yaitu sekitar Rp 1.000.000,00/m2.
c. Lokasi sentra padat
Disebut lokasi sentra padat karena gedung walet dan ruko yang dirancang untuk budi daya walet banyak berjejal. Jumlah bangunan antara 10—60 gedung. Sementara itu, populasi walet mencapai ratusan ribu, bahkan lebih dari satu juta ekor. Dalam perkembangannya ke depan, lokasi ini menjadi sangat padat baik dari populasi burung yang cepat berkembang dan semakin besar jumlahnya maupun jumlah gedungnya yang terus bermunculan.
d. Lokasi sentra sangat padat
Contoh lokasi sentra walet yangsangat padat terdapat di Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Tengah. Sampai pertengahan tahun 2003, telah berdiri lebih dari 70 gedung walet dengan tinggi rata-rata 6 lantai. Di daerah ini, walet bisa dengan mudahnya masuk ke gedung walet. Namun, sangat susah bila dalam jangka waktu lima tahun gedung tersebut akan dipenuhi sarang walet.
Kondisi sentra walet yang sangat padat ini juga bisa dialami di lokasi sentra walet lain. Misalnya di Kuala Tungkal (Jambi), jumlah gedungnya mencapai 300 buah. Namun, 50% di antaranya masih kosong. Di Kuala Enok (Pekanbaru), jumlah gedung walet sudah mencapai sekitar 100 buah, tetapi pembangunan gedung walet terus bermunculan. Jika pembangunan gedung-gedung walet terus berlangsung di lokasi tersebut dan tidak terkendali, akan menyebabkan pertumbuhan populasi walet menjadi lambat.
Untuk membatasi jumlah gedung walet yang bermunculan, langkah yang dilakukan oleh Pemda Metro (Lampung) cukup bagus, yaitu membebankan IMB walet dengan biaya yang tinggi. Tujuannya agar tidak terjadi sentra walet yang sangat padat. Sebab, bila kondisi tersebut terjadi yang akan mengalami kerugian adalah kedua belah pihak, yaitu para pemain lama sekaligus juga pemain baru. Para pemain lama akan merasakan perkembangan produksinya lambat, bahkan stagnan karena burung walet muda terbagi ke gedung-gedung baru.
Sementara bagi pemain baru, gedung waletnya kurang bisa berkembang secara optimal karena jumlah populasi waletnya terbagi-bagi ke gedung-gedung baru lainnya. Dengan peraturan daerah (perda) tersebut, diharapkan calon investor akan mengkaji ulang rencananya membangun gedung walet.
e. Lokasi sentra yang menyusut
Suatu lokasi disebut lokasi sentra walet yang menyusut karena hasil produksi sarangnya terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun dan terjadi pada sebagian besar gedung walet di lokasi tersebut. Upaya mengembalikan jumlah produksi sarang misalnya dengan memperbaiki tingkat suhu dan kelembapan mikro gedung, mengganti papan sirip, menyediakan hujan buatan di luar gedung, dan menyediakan makanan tambahan di luar areal gedung tidak akan banyak merubah keadaan. Hal itu terjadi karena permasalahannya bersumber dari rusaknya ekosistem di daerah tersebut.
Rusaknya habitat makro di sekitar sentra walet akibat dibangunnya pabrik-pabrik membuat suhu lingkungan menjadi sangat panas dan menimbulkan polusi. Kondisi ini akan mendorong terjadinya migrasi koloni walet ke daerah lain yang makro habitatnya sesuai dengan burung ini. Lokasi sentra yang menyusut banyak dialami gua-gua walet di daerah Kalimantan. Selain kasus kesalahan panen, kebakaran hutan yang terjadi setiap saat memaksa koloni walet untuk mencari tempat hunian baru yang lebih aman. Jika sebelumnya sebuah gua menghasilkan sarang walet hingga 10 kg per panen, pada tahun-tahun sesudahnya tinggal 1 kg saja.
Oleh karena itu, tidak perlu heran jika ada suatu daerah yang didatangi ribuan koloni walet dengan tiba-tiba. Burung-burung ini melakukan migrasi dari gua-gua yang makro habitatnya rusak ke daerah baru yang lebih aman. Contoh pada kasus ini adalah sentra walet di Samuda dan Sampit. Dua lokasi ini dalam waktu singkat ”didatangi” walet dalam jumlah yang relatif banyak. Hal serupa juga terjadi di lokasi Jebus (Bangka). Diperkirakan, koloni walet yang bermigrasi ke Jebus berasal dari guagua di Kalimantan.
Sumber: Buku Panduan Lengkap Walet