Pertanianku — Kelangkaan garam yang terjadi baru-baru ini, imbasnya mulai terasa di masyarakat. Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga membenarkan hal tersebut. Harga garam dapur di Pasar Gondangdia, Jakarta Pusat, pada Selasa (25/7) sudah naik lebih dari 100%, dari Rp2.000 menjadi Rp5.000 seperti melansir Tirto.
Penyebab krisis garam di Indonesia adalah faktor permintaan yang tinggi dan stok yang ada. Stok garam yang tersedia tidak sesuai dengan permintaan pasar. Brahmantya Satyamurti, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP menyebutkan faktor iklim juga memengaruhi ketersediaan garam di pasaran.
“Penyebab dari itu betul, karena adanya anomali iklim sehingga petambak garam belum mulai panen, yang mengakibatkan kurangnya stok garam nasional,” kata Brahmantya (26/7).
Hal yang sama juga disampaikan Tony Tanduk, Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI). Ketidakseimbangan antara permintaan dan ketersediaan menjadi faktor penentu kelangkaan garam.
“Saya kira itu sesuai dengan hukum ekonomi ya,” ucap Tony.
Menurut Tony, faktor lain yang juga menyebabkan kelangkaan garam adalah ditutupnya keran impor. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 125 Tahun 2015, impor garam konsumsi hanya dilakukan oleh PT Garam (Persero). Ini sesuai dengan rekomendasi KKP.
“Kami (para pengusaha) tidak ada supply. Untuk garam sendiri kan jenisnya ada dua, yakni jenis lokal dan impor. Buat yang impor, ada tiga variabel yang perlu diperhatikan, yaitu kualitasnya, kuantitas atau pasokannya, dan juga harga,” kata Tony lagi.
Terkait dengan impor garam, Tony menyesalkan mengapa hanya PT Garam (Persero) yang direkomendasikan untuk melakukan impor.
“Jangan sampai dihambat impornya, karena hukum ekonomi menjadi tidak ada. Dalam rangka mengatasi masalah kelangkaan ini, kita perlu coba adanya jaminan pasokan bahan baku. Karena garam itu kebutuhan bahan baku,” jelas Tony.
Langkanya garam ini juga berdampak pada sejumlah industri. Daniel Johan, anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, menyebutkan kegiatan operasional industry dapat meningkat 3 kali lebih tinggi akibat kelangkaan garam.
“Karena garam itu banyak digunakan sebagai bahan untuk industri bernilai strategis. Contohnya seperti kimia dasar maupun pengolahan ikan asin. Selain itu, kapal ikan juga jadi banyak yang mangkrak, karena untuk melaut nelayan butuh es dan garam,” ujar Daniel seperti dikutip dari Tirto (26/7).