Pertanianku — Kampung Mina di Samberembe, Daerah Istimewa Yogyakarta, telah berkembang menjadi kawasan yang terintegrasi dengan pariwisata. Kampung tersebut dapat memproduksi hingga 17,92 ton ikan konsumsi per tahun. Di kawasan ini juga dikembangkan kampung perikanan yang menarik. Plt. Kepala BRSDM, Kusdiantoro, mengatakan, kampung ini melakukan kegiatan perikanan dari hulu hingga ke hilir dengan baik.
Kegiatan yang dilakukan oleh Kampung Mina di Samberembe merupakan model yang baik untuk diterapkan di daerah-daerah lain. Kampung ini terbukti dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan kapasitas sumber daya manusia.
“Dalam dua setengah tahun setelah di-launching perkembangan Kampung Samberembe ini cukup signifikan. Ini suatu inisiasi yang lahir dari masyarakat dan tumbuh secara kelembagaan dengan baik. Diharapkan dapat menjadi inspirasi untuk yang lain, bisa dimanfaatkan dengan baik,” ujar Kusdiantoro seperti dilansir dari laman kkp.go.id.
Kampung Samberembe dikelola oleh Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokadakan) Mina Muda, Kelompok Pengolah dan Pemasar (Poklahsar) Mina Laras Mandiri, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), dan Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP) Mina Padi Mino Mudo.
Kampung ini dipelopori oleh Mina Muda pada 2010. Pada 2012 dimulai mina padi dengan pola tanam jajar legowo. Namun, pengembangan tersebut belum berjalan baik. Baru pada 2016 kawasan tersebut berhasil menerapkan mina padi jajar legowo yang dibarengi dengan uji coba budidaya udang galah. Pengembangan tersebut merupakan kerja sama antara Balai Riset Pemuliaan Ikan (BRPI) Sukamandi yang merupakan salah satu unit pelaksanaan teknis Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM).
BRSDM juga melibatkan beberapa unit pelaksanaan teknis lainnya pada Kampung Mina Samberembe, seperti Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan (LRMPHP) Bantul, Yogyakarta.
Peneliti LRMPHP, Zaenal Arifin Siregar, mengatakan, banyak hal positif yang dapat dipelajari dari Mina Padi Sumberembe. Menurutnya, petani di kawasan ini berani untuk mengubah sistem pertanian konvensional dengan teknologi mina padi. Selanjutnya, kampung ini dikembangkan menjadi daerah wisata.
“Perubahan terjadi karena adanya pertambahan core bisnis yang dilakukan para petani. Petani konvensional yang memiliki core bisnis menghasilkan padi berubah menjadi mina padi yang memiliki core bisnis penghasil padi dan ikan, lalu berubah menjadi daerah wisata yang memiliki tambahan wisata sebagai core bisnisnya,” papar Zaenal.