Karawang Alokasikan Rp1,3 Miliar untuk Asuransi Usaha Tani Padi

Pertanianku — Demi melindungi 40 ribu hektare lahan sawah, Pemkab Karawang, alokasikan Rp1,3 miliar untuk asuransi usaha tani padi (AUTP). Jadi, jika ribuan hektare lahan sawah itu gagal tanam atau gagal panen akibat bencana dan serangan hama, petani akan mendapatkan pengganti melalui asuransi tersebut.

asuransi usaha tani padi
Foto: Pixabay

Melalui keterangan tertulis, Minggu (10/3), Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karawang, M. Hanafi Chaniago, mengatakan, pemkab berupaya memberikan perhatian serius di sektor pertanian. Salah satunya, yaitu dengan adanya program peningkatan angggaran untuk subsidi AUTP.

“Kita ingin melindungi petani. Makanya, subsidi dalam bentuk asuransi ini digulirkan,” ujar Hanafi.

Hanafi juga mengungkapkan bahwa pada 2018 lalu asuransi pertanian itu sudah ada. Namun, baru melindungi 20 ribu hektare saja. Di 2019 ini, ada peningkatan subsidi untuk asuransi. Jadi, luasan yang dilindunginya bertambah dari 20 ribu menjadi 40 ribu hektare. Menurutnya, bantuan ini berupa premi asuransi. Peruntukannya bagi petani yang memiliki lahan sedikit. Dengan jumlah kepemilikan, maksimal hanya satu hektare.

Pemerintah membayarkan premi asuransinya sebesar Rp180 ribu per hektarenya. Berdasarkan nilai premi itu, ada subsidi dari pemerintah pusat, yakni sebesar 80 persen atau Rp144 ribu. Sementara, sisanya Rp36 ribu merupakan subsidi dari daerah, melalui APBD kabupaten.

“Ini, merupakan upaya kita untuk meningkatkan kesejahteraan para petani,” ujarnya.

Adapun keuntungan yang diterima petani, lanjutnya, yaitu setiap sawah yang terdampak bencana atau serangan hama, akan mendapat ganti rugi sebesar Rp 6 juta per hektare. Jadi, sawah yang mendapat penggantian asuransi ini, jika mengalami gagal tanam atau gagal panen.

Sementara itu, Wakil Ketua KTNA Kabupaten Karawang, Ijam Sudjana, menilai, asuransi pertanian ini akan menghamburkan uang APBD saja. Alasannya, selama ini sudah banyak petani yang ikut asuransi pertanian.

Namun, saat ada kerusakan akibat serangan hama, ternyata proses klaimnya ribet dan bertele-tele. “Selain itu, tidak ada kejelasan kerusakan seperti apa yang bisa dicover oleh asuransi. Sebab, saya pribadi sudah mengalami, saat areal sawah rusak diserang hama. Saat akan diklaim, oleh pihak perusahaan asuransinya ditolak dengan berbagai alasan,” ujar Ijam.

Padahal, sambung dia, dirinya merupakan pengurus dari organisasi petani. Namun, mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari perusahaan asuransinya. Apalagi, petani biasa. Oleh karena itu, pihaknya menyarankan supaya kebijakan ini dikaji ulang. Jangan sampai, uang APBD keluar percuma. Sementara, masalah petani tetap tidak ada solusinya.

Jika asuransi pertanian ini, memang membantu petani, lanjut Ijam, sebaiknya pemkab bekerja sama dengan perusahaan asuransi yang kapabilitasnya diakui. Dengan begitu, ketika suatu hari ada serangan hama yang cukup sporadis atau ada bencana yang mengakibatkan gagal tanam serta panen, asuransi petani itu bisa diklaimkan.

“Jangan sampai, sudah ada asuransi, ketika petani kesusahan akibat gagal tanam dan panen, klaimnya tak bisa cair,” jelasnya.