Pertanianku — Dukungan pemerintah daerah, mulai di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan hingga pedesaan terhadap industri sawit sangat diperlukan. Pasalnya, kelapa sawit punya kontribusi yang besar dalam pembangunan daerah yang berasal dari sumbangan pajak seperti PBB dan PPN 21 yang dipungut dari pekerja industri sawit.

Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB), Achmad Mangga Barani mengatakan, keberadaan perkebunan dan industri sawit sebagai investasi padat karya telah menjadi solusi pemerintah untuk mendorong peningkatan lapangan kerja serta penyerapan tenaga kerja daerah.
“Pemasukan terbesar memang diperoleh pemerintah pusat. Devisa sawit bisa mencapai Rp240 triliun per tahun dan itu dikembalikan dalam bentuk APBD ke daerah,” kata mantan Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian itu seperti dikutip dari Antara, Jumat (22/2).
Achmad Mangga Barani yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Barat periode 1989—1995 mencontohkan, Kalimantan Barat (Kalbar) sebagai salah satu sentra perkebunan sawit terbesar mampu menyerap tenaga kerja berpendidikan rendah dalam jumlah besar. Keberadaan sawit selama puluhan tahun di Kalbar telah menjadi kegiatan ekonomi pionir yang mampu menumbuhkan pusat-pusat ekonomi baru perdesaan.
Sejak awal, perkebunan sawit di Kalbar terpusat di daerah-daerah terpencil (remote area) seperti Sintang dan Ketapang. Sebagian besar badan jalan di Kalbar, mulai dari jalan desa, kecamatan hingga provinsi dibangun perkebunan dan HPH (Hak Pengusahaan Hutan).
“Hanya saja, sejak 1990, ketergantungan terhadap HPH sudah tidak ada, karena kayu habis. Sawit tetap menjadi komoditas andalan yang mampu menggerakkan perekonomian Kalbar,” kata dia.
Menurut dia, geliat ekonomi juga masih bisa dirasakan hingga kini. Dalam luasan 6.000—7.000 hektare kebun sawit berdiri satu pabrik yang mampu mengolah 600 ton sawit per hari, hal itu menjadi pendapatan yang luar biasa bagi ekonomi Kalbar.
Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung mengatakan, Kalbar punya kontribusi besar sebagai penghasil sawit. Hanya saja saat ini ada komunikasi yang tersumbat antara Gubernur dan pelaku sawit.
“Keluhan Pak Gubernur tentang tidak adanya kontribusi sawit ke daerah, mungkin terkait dana sawit yang dikelola BPDPKS. Sebagai penghasil sawit, Kalbar memang berhak menuntut ada alokasi untuk infrastruktur kebun, pendidikan SDM petani, riset dan sebagainya,” katanya.