Kelor, Si Pohon Ajaib

Pertanianku – Tanaman kelor mulai dimanfaatkan masyarakat sekitar 2.000 tahun SM atau 5.000 tahun silam di India Utara. Masyarakat di daerah tersebut memanfaatkan tanaman kelor sebagai bahan ramuan obat-obatan. Dalam salah satu sistem pengobatan dan perawatan kesehatan kuno (Ayurveda), kelor mampu mencegah atau mengobati 300 macam penyakit, di antaranya anemia, asma, komedo, kotoran darah, bronkhitis, radang selaput lendir hidung, sesak nafas, kolera, konjungtivitas, batuk, diare, infeksi mata dan telinga, demam, pembengkakan kelenjar, sakit kepala, tekanan darah abnormal, histeria, nyeri pada sendi, jerawat, psoriasis, gangguan pernapasan, penyakit kudis, sakit tenggorokan, keseleo, serta TBC. Selain itu, ekstrak daun kelor diyakini dapat memberikan stamina dan tenaga ekstra. Oleh karena itu, para prajurit di daerah tersebut selalu mengonsumsi ekstrak daun kelor ketika sedang berperang.

Kelor, Si Pohon Ajaib

Selain di India, beberapa negara dengan peradaban maju juga mengenal tanaman kelor sejak ribuan tahun silam, meskipun dengan tujuan berbeda. Bangsa Romawi, Yunani, dan Mesir, misalnya mengekstrak minyak dari biji dan menggunakannya untuk parfum dan lotion kulit. Di Mesir, kelor juga dipakai untuk melindungi kulit dari sengatan cuaca gurun yang panas.

Kelor juga dimanfaatkan sebagai bahan obat di berbagai negara. Contohnya Guatemala yang masyarakatnya menggunakan untuk mengobati infeksi kulit dan luka. Di Jamaika pada tahun 1817, minyak kelor dimanfaatkan sebagai bahan untuk keperluan memasak. Minyaknya digunakan sebagai bahan bakar yang menghasilkan cahaya tanpa asap.

Di Filipina, kelor digunakan untuk mengobati anemia, pembengkakan kelenjar, dan penambah ASI untuk ibu menyusui.

Selama berabad-abad, tanaman kelor telah dibawa ke berbagai daerah, mulai dari wilayah semi-tropis hingga tropis. Kini kelor dikenal di 82 negara dengan 210 nama yang berbeda, di antaranya horse radish tree, drumstick tree, benzolive tree, marango, mlonge, moonga, mulangay, nébéday, saijhan, serta sajna atau ben oil tree. Ada pula sebutannya yang didasarkan pada manfaatnya yang luar biasa, misalnya mother’s best friend, miracle vegetable, dan miracle tree. Namun, hampir semuanya sepakat dengan nama terakhir yakni miracle tree alias pohon ajaib karena manfaatnya yang luar biasa banyak.

Walaupun diketahui tanaman kelor berasal dari India, tetapi pengembangan terluas sebenanya di Afrika. Salah satu yang paling berjasa dalam pengembangan tanaman kelor adalah Lowell Fuglie. Seorang warga negara Prancis yang tinggal dan bekerja di Senegal itu pertama kali meneliti kandungan nutrisi daun kelor pada akhir tahun 1990an. Ia meneliti daun kelor dan menemukan fakta ibu-ibu hamil yang mengalami gizi buruk tetap dapat memiliki bayi sehat dengan mengonsumsi daun kelor. Hasil penelitian Lowell itu kini dimanfaatkan oleh banyak negara untuk memerangi gizi buruk, terutama negara-negara berkembang di semenanjung Afrika. Contohnya, tiga negara dengan kondisi lingkungan kering di Afrika, yaitu Ethiopia, Somalia, dan Sudan. Setiap 1 ha tanah, ditanam 30—50 pohon di antara tanaman pangan lain, seperti sorgum, jagung, dan sayuran (terutama kacang-kacangan). Kehadiran kelor membuat lingkungan di sekitarnya menjadi lembap sehingga dapat tumbuh dengan baik.

Perkembangan kelor cenderung mudah meluas karena tanaman tersebut mempunyai kemampuan pertahanan diri yang luar biasa. Kelor dapat hidup meskipun daerahnya dilanda kemarau panjang. Untuk mempertahankan diri, kelor merontokkan sebagian daunnya agar transpirasi dan evaporasi berkurang. Oleh karena itu, tanaman kelor sangat cocok dikembangkan di daerah-daerah marginal, seperti Afrika dan Asia, dan beberapa daerah di Indonesia yang sering mengalami kekeringan. Di Indonesia, jenis tanaman kelor yang dikenal hanya dari spesies M. oleifera. Sosok kelor Moringa oleifera berupa pohon dengan tinggi 5—10 m. Batang kayu getas sehingga gampang patah. Namun, kayunya dibungkus dengan kulit yang tidak mudah terpotong selain menggunakan benda tajam. Percabangan tanaman jarang dan tumbuh memanjang. Akan tetapi, dari cabang itu tersebut dapat menghasilkan tangkai daun yang banyak sehingga sosok tanamannya terlihat rimbun.

Penanaman kelor di Indonesia tersebar di seluruh daerah, mulai dari Aceh hingga Merauke. Oleh karena itu, tanaman kelor dikenal dengan berbagai nama daerah, seperti murong (Aceh), munggai (Sumatera Barat), kilor (Lampung), kelor (Jawa Barat dan Jawa Tengah), marongghi (Madura), kiloro (Bugis), parongge (Bima), kawona (Sumba), dan kelo (Ternate).

Kelor biasanya ditanam di halaman rumah sebagai bahan sayur dan tanaman pagar. Selain itu, dapat dimanfaatkan pula sebagai pakan ternak sapi dan kambing. Di samping itu, potensi kelor sebagai bahan baku etanol mulai diteliti. Mengingat kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi, yaitu 38 g karbohidrat setiap 1 kg biji.

 

Sumber: Buku Daun Ajaib