Kementan Dorong Singkong Jadi Pangan Lokal Strategis

Pertanianku — Singkong atau ubi kayu merupakan salah satu komoditas pangan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Selain sebagai pangan, singkong sering digunakan dalam beberapa industri, seperti bahan baku tepung tapioka. Kebutuhan tapioka di Indonesia mencapai 9—10 juta ton. Namun, dari keseluruhan jumlah kebutuhan tersebut masih belum bisa dicukupi keseluruhannya dari produksi dalam negeri. Oleh karena itu Kementerian Pertanian (Kementan) berupaya mendorong singkong menjadi pangan lokal strategis.

singkong
foto : pertanianku

Kementan bersama Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) mengadakan diskusi webinar yang mengundang seluruh praktisi, petani, dan peneliti yang berkecimpung dalam budidaya singkong untuk membahas upaya pengembangan singkong sebagai pangan alternatif.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Suwandi, menyampaikan dalam pandemi ada empat hal yang harus dilakukan oleh Kementan untuk mengamankan stok pangan. Empat hal tersebut adalah mengamankan dengan komoditas strategis, diversifikasi produksi dan konsumsi, menjaga kekuatan di level rumah tangga dengan lumbung pangan dan penggilingan memasok pasar dan gudang, serta lompatan pertanian modern.

Untuk komoditas singkong sendiri, meskipun sudah sangat terkenal, ternyata permintaannya masih kurang menggairahkan. Suwandi mengatakan petani harus bergabung menjadi korporasi untuk meningkatkan produksi sehingga menghasilkan produk serta gebrakan yang bisa menarik perhatian masyarakat. Pasalnya, harga singkong sendiri masih bersaing dengan komoditas pangan lain seperti jagung yang lebih murah.

“Semua bersama bangun singkong Indonesia jadi pangan lokal yang bisa didorong dalam bentuk korporasi,” tutur Suwandi seperti dikutip dari laman pertanian.go.id.

Menurut Suwandi, pengelolaan singkong dapat diatasi dengan model korporasi agar seluruh penanganannya terintegrasi jadi satu. Dengan korporasi, petani bisa mengakses pendanaan KUR lebih mudah.

Selanjutnya, komoditas singkong bisa dikembangkan dengan teknologi pengolahan menjadi produk diversifikasi yang mudah diserap oleh pasar. Ada sekitar 28 produk turunan yang bisa dimanfaatkan untuk dikembangkan ke pasar serta supermarket.

“Makanan lokal kuncinya ada di hilir market driven, bagaimana meng-create pasar supaya pangan lokal menjadi lifestyle. Bangun market driven-nya, pasar dibangun, baru produksi mengikuti. Kalau pasar bagus, petani akan mengikuti berproduksi,” jelas Suwandi.

Arifin selaku Ketua Umum MSI menyambut kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementan melalui Dirjen Tanaman Pangan. Menurutnya, market driven harus menjadi prioritas utama karena produksi tidak bisa berjalan jika tidak ada market driven.