Pertanianku — Proses budidaya porang tidak terlepas dari ancaman serangan hama berupa organisme penggangu tanaman atau OPT porang yang dapat membuat hasil produksi menurun. Porang menjadi salah satu komoditas pertanian yang sedang digencarkan oleh Kementerian Pertanian karena sangat berpotensi dijadikan sebagai komoditas ekspor.

Banyak negara lain yang mencari-cari komoditas ini untuk dijadikan sebagai bahan baku makanan dan industri farmasi serta kecantikan. Kondisi tersebut membuat harga komoditas porang menjadi tinggi.
Porang atau Amorphophallus Muelleri Blume merupakan tanaman umbi-umbian. Tanaman ini baru menjadi tanaman budidaya yang diminati oleh petani dan masih belum memiliki daftar OPT utama porang. Daftar tersebut sangat berguna untuk mengantisipasi serangan serta tindakan pengendalian yang sesuai.
Mengingat betapa pentingnya daftar OPT atau pestlist tersebut, Kementan bergerak cepat untuk meneliti lebih lanjut mengenai OPT yang berpotensi menyerang tanaman.
“Kami akan terus meningkatkan budidaya porang ini dalam berbagai aspek salah satunya dalam pengamanan produksi porang,” ujar Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi seperti dikutip dari laman pertanian.go.id.
Suwandi menjelaskan bahwa saat ini ada 200.000 hektare lahan yang digunakan untuk mengembangkan tanaman porang. Sebagian besar akan diekspor ke luar negeri untuk diolah kembali menjadi berbagai jenis produk farmasi, tepung, pangan, dan lainnya.
“Porang ini sudah diekspor ke 16 negara. Ekpor porang terbesar kita ada di Cina, Thailand, dan Vietnam dalam bentuk chips, tepung, dan lainnya. Pada tahun 2020, sebanyak 19.800 ton porang diekspor dengan nilai Rp880 miliar,” papar Suwandi.
Kepala Balai Peramalan OPT (BBPOPT), Enie Tauruslina mengatakan pihaknya sudah membentuk tim untuk mengidentifikasi dan menguji OPT Porang.
“Kita telah membentuk tim identifikasi dan siap untuk melaksanakan identifikasi dan pengujian untuk kegiatan pestlist porang ini. Diharapkan didapatkan output berupa daftar OPT utama yang menyerang tanama porang sehingga mampu dilakukan pengkajian tentang strategi pengendaliannya,” tutur Enie.
Tim BBPOPT sudah dikirim ke beberapa provinsi, di antaranya ke Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Selatan, dan NTT. Tim tersebut akan terjun ke lapangan dan melakukan pengamatan serta pengambilan sampel untuk diuji di laboratorium BBPOPT.