Kementan Kembangkan Kawasan Bebas Residu Pestisida untuk Memacu Ekspor Hortikultura

Pertanianku — Sejak dahulu, pestisida sudah digunakan oleh petani konvensional, apalagi pada lahan pertanian skala besar untuk mengendalikan hama di lahan. Namun, sayangnya pestisida tersebut menimbulkan residu pada hasil panen. Residu pestisida tersebut berbahaya jika terus-terusan dikonsumsi.

residu pestisida
foto: pixabay

Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Bambang Sugiharto, mengatakan solusi yang bisa digunakan adalah pengembangan pertanian ramah lingkungan melalui aplikasi biopestisida. Pasalnya, saat ini banyak negara pengekspor yang menetapkan ambang Batas Maksimum Residu Pestisida pada produk hortikultura yang akan diterima oleh mereka.

“Salah satu prospek pengembangan produk hortikultura yang diekspor adalah adanya permintaan komoditas hortikultura dengan Batas Maksimum Residu Pestisida (BMR) yang rendah,” tutur Bambang seperti dikutip dari laman pertanian.go.id.

Negara-negara yang sudah menerapkan kebijakan tersebut adalah Malaysia, Singapura, dan Uni Eropa. Produk hortikultura yang akan diekspor harus sudah sesuai syarat berupa angka BMR yang rendah.

“Upaya selanjutnya juga bisa melalui pengembangan pertanian ramah lingkungan lewat aplikasi biopestisida,” tambah Bambang.

Bambang menjelaskan, saat ini Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura akan mengembangkan kawasan hortikultura yang bebas residu pestisida kimia. Sebelum memulai upaya tersebut, mereka melakukan kunjungan ke lokasi demplot Asosiasi Bio Agro Input Indonesia (ABI).

Ketua Asosiasi Bio Agro Input Indonesia, Gunawa Sutio, mengatakan bahwa biopestisida yang digunakan merupakan produksi dalam negeri. Komoditas yang bisa dikembangkan dalam demplot tersebut adalah bit merah, lobak, tomat, buncis, brokoli, wortel, kentang, dan lain-lain. Beberapa hasil panen dari sistem tanam ini sudah diekspor ke beberapa negara, seperti Vietnam, Kamboja, dan Pakistan.

Untuk menambah kepercayaan konsumen, akan dikembangkan blokchain technology. Blockchain adalah model ketelusuran, transparansi rantai pasokan, pemantauan kesesuaian, dan auditabilitas.

Blockchain yang akan diterapkan bertujuan menyajikan informasi mengenai seluruh rantai pasok produk hortikultura, mulai dari budidaya, panen, pengangkutan, penyimpanan, hingga distribusi dan penjualan. Dengan adanya sistem tersebut, diharapkan bisa meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap komoditas tersebut.

Untuk tahap pertama, akan dikembangkan lokasi percontohan yang dibangun dengan blockchain technology dan dilakukan secara bertahap.