Kementan Prediksi Panen Padi pada 2019 Melimpah

Pertanianku — Kepala Balai Besar Penelitian Padi (BB Padi) Priatna Sasmita menyebutkan tiga faktor penentu peningkatan produktivitas padi terpenuhi pada 2019 ini. Oleh karena itu, panen padi pada 2019 diprediksi melimpah.

panen padi pada 2019
Foto: Pixabay

Lebih lanjut Priatna menuturkan ketiga faktor penentu tersebut adalah genetik, lingkungan, dan interaksi faktor genetik dengan lingkungan. Upaya peningkatan produksi padi melalui faktor genetik sebagian besar telah dilakukan petani di Indonesia dengan penggunaan varietas unggul yang berpotensi menghasilkan produksi tinggi.

“Serta dengan melakukan pengelolaan lingkungan melalui perbaikan berbagai teknologi budidaya dan adaptasi spesifik lokasi (menginteraksikan kedua faktor varietas dan lingkungan),” kata Priatna.

Akan tetapi, terdapat faktor lingkungan lainnya yang tidak bisa dikontrol, seperti iklim.

“Ini berkaitan dengan curah hujan, intensitas cahaya, temperatur dan kelembapan yang sangat menentukan pertumbuhan tanaman, terutama fase generatif yang dibutuhkan untuk akumulasi fotosintat optimal pada proses pengisian bulir gabah,” jelasnya.

Sebagai informasi, kondisi lingkungan ideal untuk fase pertumbuhan generatif padi secara umum meliputi intensitas (kualitas) cahaya tinggi, temperatur relatif tinggi, serta kelembapan dan curah hujan rendah. Selain itu, kondisi tadi juga secara tidak langsung mengurangi perkembangan populasi hama dan penyakit tanaman di lapang.

“Oleh karena itu, prediksi pergeseran waktu tanam padi periode Oktober 2018—Maret 2019 ke Januari 2019 cukup beralasan berimplikasi kondusif terhadap peningkatan produktivitas tanaman padi secara signifikan,” tutur Priatna.

Hal senada juga disampaikan oleh ahli padi Indonesia Dr. Ir. H. Soemitro yang mengatakan bahwa produksi padi pada April 2019 diperkirakan akan meningkat drastis. Kenaikan ini diperkirakan mencapai 30 juta ton gabah kering giling (GKG) senilai Rp150 triliun.

Soemitro memperkirakan luas lahan yang akan mengalami perubahan produksi menyusul pergeseran waktu tanam seluas 5 juta hektare dari 8,5 juta hektare.

“Kenaikannya saja 30 juta ton (GKG), atau setara Rp150 triliun. Inilah bentuk pergeseran dari green revolution menjadi gold revolution,” tutupnya optimistis.