Pertanianku — Kementerian Pertanian (Kementan) optimis swasembada daging nasional akan tercapai dengan berbagai kebijakan yang mendukung hal tersebut. Salah satunya adalah melalui program upaya khusus sapi indukan wajib bunting (Upsus Siwab). Dengan kebijakan atau program ini, dipastikan peningkatan produksi daging dan perbaikan usaha peternak tercapai.

“Upaya pemerintah menciptakan ketersediaan daging yang sehat dan harga terjangkau sudah tertuang dalam Road Map Swasembada Pangan. Road map ini merupakan upaya transformasi yang terstruktur, pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dan jangka waktu panjang. Pada tahun 2016 hingga 2026, merupakan fase awal menuju Lumbung Pangan Dunia, Indonesia akan menjadi negara yang sukses dalam menyiapkan kemandirian ketersediaan daging sapi,” jelas Kuntoro Boga Andri, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian, di Jakarta beberapa waktu lalu.
Kuntoro menjelaskan bahwa Indonesia sudah berswasembada protein. Ini ditandai oleh kecukupan produksi daging ayam, telur, dan sumber protein hewani lainnya. Selain itu, ekspor ternak dan produk olahan hewani ke luar negeri juga meningkat.
Sementara, dalam jangka waktu dua tahun pelaksanaan Upsus Siwab telah menunjukkan hasil membanggakan. Hingga 16 Desember 2018 telah terealisasi pelayanan inseminasi buatan (IB) sebanyak 8.237.782 ekor sejak dilakukan Januari 2017.
“Dari IB itu telah lahir pedet atau anakan sapi sebanyak 2.650.969 ekor. Apabila dirupiahkan setara dengan Rp21,21 triliun dengan asumsi harga satu pedet lepas sapih sebesar Rp8 juta per ekor. Nilai investasi program Upsus Siwab pada 2017 sebesar Rp1,41 triliun sehingga diperoleh tambahan nilai di peternak sebesar Rp19,80 triliun,” papar Kuntoro.
Kementan juga telah menyusun berbagai program strategis selain Upsus Siwab. Program-program tersebut antara lain memperkuat aspek perbenihan dan perbibitaan, penambahan indukan impor, pengembangan HPT (Hijauan Pakan Ternak), penanganan gangguan reproduksi, penyelamatan sapi betina produktif, serta penanggulangan dan pemberantasan penyakit hewan.
“Selain upaya peningkatan produksi ini, Kementan pun fokus pada penguatan skala ekonomi dan kelembagaan peternak. Upaya ini sangat penting agar usaha peternakan rakyat berkelanjutan dan benar-benar menjadi sumber pendapatan utama, bahkan peningkatan sumber daya peternak mudah dilakukan,” terang Kuntoro.
Program penguatan skala ekonomi dan kelembagaan dilaksanakan dengan lima langkah kongkret. Pertama, mendorong pola pemeliharaan sapi dari perorangan ke arah kelompok dengan pola perkandangan koloni sehingga memenuhi skala ekonomi.
Kedua, pendampingan peternak oleh SMD WP (Sarjana Membangun Desa Wirausahawan Pendamping), petugas THL (Tenaga Harian Lepas), dan Manajer SPR (Sentra Peternakan Rakyat).
Ketiga, pengembangan pola integrasi ternak tanaman seperti integrasi sapi-sawit. Keempat, pengembangan area penggembalaan melalui optimalisasi lahan bekas tambang dan kawasan padang penggembalaan di Indonesia Timur. Kelima, program Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS).
“Kemudian, upaya untuk menjamin harga daging sapi yang menguntungkan peternak rakyat, pemerintah memperbaiki sistem distribusi dan tata niaga yang belum efisien. Di antaranya melalui fasilitas kapal khusus ternak. Pemerintah daerah berperan untuk menjaga keseimbangan struktur populasi ternaknya dan menginisiasi pembentukan wilayah sumber bibit pada daerah padat ternak,” tambah Kuntoro.