Kenali Gejala dan Pengendalian Penyakti Antraks pada Hewan

Pertanianku — Antraks merupakan penyakit yang disebabkan oleh Bacillus anthracis yang bisa menyerang hewan domestik dan hewan liar serta bersifat zoonosis bisa menular ke manusia. Penyakit ini lebih sering menyerang hewan herbivora seperti sapi, domba, kambing, dan beberapa jenis unggas. Penyakit ini sangat penting karena bisa menyebabkan kematian, sehingga peternak harus mengetahui gejala penyakit antraks.

gejala penyakit antraks
foto : Pertanianku

Ternak dapat tertular antraks melalui pakan atau minuman yang sudah terkontaminasi dengan spora. Spora yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami germinasi, multiplikasi di sistem limfe dan limpa, lalu menghasilkan toksin sehingga menyebabkan hewan mati. Serangan antraks pada hewan bisa sampai kronis.

Gejala yang paling umum dari penyakit antraks adalah demam tinggi sekitar 42°C, gemetar, ternak mengalami susah bernapas, konvulsi, kolaps, dan akhirnya mati. Dari bagian anus, hidung, mulut, atau vulva hewan akan keluar darah berwarna gelap dan sulit membeku.

Ternak yang sudah terserang antraks dan sudah sampai pada tahap kronis akan terlihat depresi, anoreksia, demam, napasnya cepat, denyut nadinya meningkat, dan mengalami kongesti membran mukosa.

Antraks yang menyerang pada kuda dapat menyebabkan enteritis, kolik, demam tinggi, depresi, dan kematian dalam kurun waktu 48—96 jam.

Penyakit antraks juga bisa menular ke manusia. Gejala yang terjadi berbeda-beda, bergantung pada kondisi kulit, tipe pencernaan, tipe pulmonal, dan tipe meningitis.

Gejala umum yang terlihat adalah demam tinggi, sakit kepala, uclus dengan jaringan nekrotik warna hitam di bagian tengah dan dikelilingi oleh vesikel-vesikel serta oedema.

Serangan antraks pada manusia memang tidak segawat serangan pada ternak. Namun, tetap saja jika tidak segera diobati, penyakit yang menyerang bagian kulit bisa menyebabkan kematian hingga 10—20 persen. Sementara itu, jika diobati, risiko kematian berkurang menjadi 1 persen. Antraks yang menyerang bagian pencernaan dapat menimbulkan risiko kematian mencapai 25—60 persen.

Pengendalian antraknosa pada hewan dan manusia bisa dilakukan dengan penggunaan teknik diagnosis yang tepat dan akurat. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengetahuan memadai terkait penyakit ini agar segera mendapatkan tindakan pengobatan dari tenaga medis.

Pengendalian juga dapat dilakukan dengan pemberian vaksin dan investigasi untuk mencari sumber penyakit.