Pertanianku — Sejak awal 2019, harga bawang putih terus merangkak naik. Hal tersebut mengundang pertanyaan: ada apa dengan bawang putih? Mengapa tidak ada penurunan harga hingga saat ini?

Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, pada 1 Januari 2019 harga rerata bawang putih berada di level Rp26.750 per kilogram (kg). Sementara, pada 10 Januari 2019, harga rerata bawang putih ukuran sedang mulai melonjak tinggi di angka Rp32 ribu per kg.
Mengacu pada catatan tersebut, harga bawang putih pada 14 Februari 2019 menyentuh level Rp38.550 per kg dengan sebaran kenaikan yang semakin bertambah di sejumlah daerah. Adapun wilayah-wilayah yang mengalami tren kenaikan dibanding bulan sebelumnya adalah Jawa Tengah dan Yogyakarta, di mana harga sebelum bulan tersebut berada di rerata Rp24.500—Rp24.250 per kg.
Seperti tidak ada indikasi pada penurunan harga, Senin (18/3) lalu, pemerintah melalui Kementerian Bidang Perekonomian bersama sejumlah instansi pemerintah terkait menggelar rapat koordinasi terbatas (rakortas).
Tujuannya, yaitu memutuskan Bulog sebagai pelaksana importasi bawang putih sebesar 100 ribu ton. Penunjukan tersebut dilakukan sebagai bentuk antisipasi pemerintah dalam menjaga stabilitas harga dan pasokan bawang putih jelang Ramadan.
Usai rakortas berlangsung, rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) disusun oleh Kementerian Pertanian (Kementan) kepada Bulog. Meski Kementan berkali-kali menegaskan bahwa RIPH sudah dikeluarkan sesuai dengan standarisasi aturan baku sehingga tinggal menunggu persetujuan impor (PI) yang perlu ditindaklanjuti Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk Bulog, PI tak kunjung keluar.
Menko Perekonomian Darmin Nasution pada (23/3) menginstruksikan Kemendag untuk segera mengeluarkan PI. Menurut dia, sejauh ini Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi dengan Kemendag untuk dapat mengeluarkan PI agar dapat mengintervensi harga yang kian melonjak.
Akan tetapi, Kemendag melalui Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita menyampaikan masih akan mempertimbangkan kebijakan impor tersebut. Enggar, secara eksplisit pada (7/4) lalu menyebut, impor bawang putih oleh Bulog belum akan dilaksanakan dalam waktu dekat karena Kemendag masih akan memanfaatkan stok bawang milik importir yang masih tersedia.
Namun, PI bawang putih tak kunjung keluar dan harga terpantau semakin melonjak tinggi. Seiring drama tarik ulur pemberian PI kepada Bulog, pemerintah melalui Kementan dan Kemendag gencar menggelar operasi pasar (OP) di sejumlah wilayah. Kedua instansi negara tersebut mengklaim melakukan OP bawang dengan memanfaatkan stok milik importir sebesar 115 ribu.
Stok milik importir sisa importasi tahun lalu tersebut diklaim siap membanjiri pasar dan menjaga stabilitas harga. Namun, menjelang penutup akhir April 2019, harga bawang putih terus melonjak hingga menyentuh level Rp61 ribu. Di beberapa daerah, harga bahkan menyentuh level Rp70 ribu per kg.
Di saat harga melonjak tinggi, secara mengejutkan pada (26/4) lalu, Kemendag justru mengeluarkan PI kepada delapan importir dengan kuota importasi sebesar 115.765 ton. Kendati kuota impor tersebut tidak sesuai dengan komitmen rakortas yang ada, bawang putih impor milik importir siap mengguyur Indonesia beberapa waktu lagi. Lalu, Bulog masih akan berupaya untuk mendapatkan komitmen pemerintah yang menugaskannya sebagai pelaksana impor.
Sebenarnya, kisruh pelaksana impor diawali dengan ketidaksinkronan data stok bawang putih antara Kemendag dan Kementan. Padahal, harusnya pemerintah saling berkoordinasi dan menerapkan pendataan satu pintu, agar penyusunan kebijakan impor dapat ditindaklanjuti dengan akurat.