Pertanianku — Seiring dengan berjalannya waktu, kualitas tanah dapat mengalami perubahan. Apalagi, bila tanah tersebut sudah dipakai untuk berkebun yang menggunakan pupuk anorganik dalam jangka waktu yang lama. Saat ini jumlah bahan organik di tanah seluruh Indonesia rata-rata hanya tinggal 2 persen, padahal 20 tahun yang lalu nilainya masih 6,8 persen. Kualitas tanah bisa diperbaiki dengan perawatan yang benar.
Apabila tidak segera diperbaiki, tanah tersebut dapat berubah menjadi padang pasir. Misalnya saja lahan hasil pengurukan penambangan batu bara. Tanah tersebut cenderung miskin unsur hara, tanah asam, dan minim bahan organik.
Pembenahan kualitas tanah tidak hanya menguntungkan lingkungan, tetapi juga bisa membuat produksi tanaman meningkat. Pasalnya, tanah yang sakit memiliki tingkat produktivitas yang rendah. Hal ini dikarenakan tanah tidak mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Salah satu indikator tanah sakit adalah kandungan bahan organik.
Umumnya, tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi memiliki struktur gembur, mudah menyerap air, dan kapasitas tukar kation tinggi.
Untuk menjaga tanah agar tetap sehat, Anda harus melakukan pembenahan tanah setiap kali habis panen. Tanah yang baru saja ditanami pasti mengalami penurunan unsur hara. Oleh karena itu, kemampuan produksinya menjadi rendah. Pembenahan tanah perlu dilakukan secara fisik, kimia, dan biologi.
Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas tanah adalah fermentasi jerami. Jerami adalah limbah dari padi yang lebih sering digunakan sebagai pakan ternak. Jerami juga sering dimanfaatkan oleh pekebun dengan cara difermentasikan. Campuran fermentasi jerami dan mikroba merupakan komposisi pembenah tanah yang mudah dibuat oleh pekebun.
Untuk lahan seluas 150 hektare, pembenah tanah yang digunakan sebanyak 1.050 ton. Pemberian tersebut berhasil meningkatkan hasil padi minimal 8 ton per hektare. Padahal, sebelum diberikan pembenah tanah, produksi paling banyak hanya sekitar 8 ton per hektare.
Reaksi pupuk hayati memang terbilang lebih lambat dibanding pupuk kimia. Akan tetapi, manfaat penggunaan pupuk hayati dapat dirasakan hingga generasi berikutnya.