Pertanianku – Melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Ujung Batee Aceh, Kementerian Kelautan dan Perikanan berhasil mengembangkan teknologi di bidang perikanan budidaya khususnya pembenihan ikan nila salin.

UPT Perikanan Budidaya di ujung paling barat Indonesia tersebut berhasil mengembangkan teknologi pembenihan ikan nila salin dengan sistem corong. Keberhasilan ini membuat kebutuhan benih ikan yang terus meningkat, semakin terjamin dan aman pasokan benihnya.
Teknologi ini merupakan teknik pembenihan ikan nila salin dengan menggunakan perangkat utama berupa tabung menyerupai sebuah corong dan resirkulasi air secara terus-menerus. Cara ini memungkinkan telur ikan yang berada dalam tabung corong akan mengikuti pergerakan sirkulasi air sehingga dapat mencegah antar telur lengket atau menggumpal sehingga persentase tingkat penetasan telur atau hatching rate (HR) meningkat drastis.
“Kita memiliki lahan tambak yang banyak yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan nila salin. Teknologi pembenihan dengan sistem corong ini akan mampu menggenjot peningkatan produktivitas dan produksi benih nila salin,” ungkap Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto.
Kepala BPBAP Ujung Batee, Bukhari Muslim, menjelaskan cara kerja teknologi pembenihan ini, yaitu dengan memanfaatkan tabung corong dan resirkulasi air.
“Teknologi pembenihan dengan sistem corong merupakan teknologi sederhana, namun sangat efektif dalam menaikkan tingkat penetasan telur. Dibandingkan teknik pembenihan umumnya, perbedaan hanya pada penambahan peralatan berupa tabung corong dan mengatur sirkulasi air. Oleh karena itu, teknologi ini sangat adaptif dan dapat diterapkan di masyarakat,” tambah Muslim.
Untuk menerapkan teknologi sistem corong agar masuk skala ekonomi, pembudidaya minimal memiliki 5 tabung corong berdiameter 15 cm dan tinggi 50 cm ditambah dengan untuk membeli alat-alat lainnya seperti tabung filter (waterco), jaring penampung, dan mesin pompa, maka hanya dibutuhkan biaya sekitar Rp2 juta.
Dari 5 tabung corong kapasitas 5 liter per tabung tersebut, pembudidaya setidaknya dapat memproduksi sekitar 300—500 ribu benih nila salin per tahun.
BPBAP Ujung Batee sendiri saat ini memiliki sekitar 30 tabung dan mampu memproduksi 3,6 juta benih ikan nila per tahun. Strain ikan nila yang dikembangkan, yaitu nila sultana dan gesit, yang di Aceh biasa disebut dengan nila payau. Sebagaimana nila salin, nila payau juga dibudidayakan di perairan payau.
Sebagai perbandingan, nilai HR untuk pembenihan dengan sistem konvensional hanya mencapai 20—40 persen. Sementara, dengan menggunakan teknologi sistem corong, HR dapat didorong hingga mencapai 90 persen. Nilai HR sebesar ini merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa dalam proses penetasan telur ikan nila payau.
Produksi perikanan budidaya pada 2015 mencapai 15,63 juta ton dimana dari volume produksi tersebut, budidaya air tawar menyumbang sebesar 2,81 juta ton. Untuk memproduksi ikan air tawar sebesar itu, produksi benih ikan air tawar tahun 2015 mencapai 72,3 miliar ekor. Sementara, untuk kebutuhan benih semua jenis ikan (tawar, payau dan laut) diproyeksikan pada 2019 mencapai 141,1 miliar ekor.
“Inovasi teknologi pembenihan dengan sistem corong ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para pembudidaya di berbagai wilayah di Indonesia serta prinsip–prinsipnya juga dapat diadopsi untuk pembenihan jenis ikan yang lain sehingga produksi berbagai jenis benih ikan akan terjamin dan mampu mendukung kenaikan produksi perikanan budidaya,” tutup Slamet.