Pertanianku – Belum lama ini biaya produksi padi di Indonesia yang tergolong cukup tinggi menjadi perdebatan. Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional menyatakan ongkos produksi padi di Indonesia misalnya masih cukup tinggi atau melampaui ongkos produksi padi di Asia.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Winarno Tohir, di Karawang, Kamis (20/7), mengatakan, sesuai data International Rice Research Institute, ongkos produksi padi di Indonesia pada 2016—2017 lebih mahal dibandingkan dengan Thailand, Vietnam, Cina, dan India.
“Ongkos produksi padi di Indonesia lebih tinggi 2,5 kali lipat dibanding Vietnam,” katanya, di sela kegiatan seminar peningkatan produktivitas padi di PT Pupuk Kujang, Cikampek, Karawang.
Ongkos produksi padi di Indonesia Rp4.079 per kilogram (kg). Jauh melampaui Vietnam yang hanya Rp1.619 per kg. Sementara, ongkos produksi padi di Thailand Rp2.291 per kg, India Rp2.306 per kg, dan Cina Rp3.661 per kg.
Lebih lanjut Winarno mengatakan, ongkos produksi padi tersebut perlu diperhatikan. Jika Indonesia tidak bisa menekan tingginya biaya produksi padi, pasar dalam negeri akan dimasuki produk negara lain yang menjanjikan harga lebih murah.
“Beras Vietnam misalnya pernah membanjiri Indonesia secara legal bahkan ilegal. Itu karena beras Vietnam jauh lebih murah dibandingkan beras Indonesia,” tambahnya lagi.
Untuk melawan serbuan beras asing tersebut, kata dia, petani Indonesia perlu bertani secara efektif, efisien, dan meninggalkan cara tanam yang mahal. Sesuai dengan riset yang dilakukan KTNA, faktor yang mengakibatkan tingginya ongkos produksi padi di Indonesia ialah cara penggunaan air sawah dan cara membasmi hama.
Karena itu, kata dia, petani Indonesia harus mulai meninggalkan kebiasaan menggenangi sawah secara berlebihan. Seperti sistem tanam padi di Jepang yang hanya menggunakan sedikit air di sawah. “Menggenangi sawah dengan air itu biayanya mahal, apalagi di musim kemarau, tentunya ongkos pompa air merepotkan,” ucapnya.
Hal lain yang membuat tingginya ongkos produksi padi adalah penggunaan bahan kimia untuk membasmi hama. Terkait hal itu, Winarno menyarankan petani menggunakan teknologi refogia untuk membasmi hama. Refogia adalah menanami bunga berwarna-warni di pematang sawah. Bunga-bunga itu akan menjadi tempat hidup predator alami bagi hama.