Lahan Yang Tepat Untuk Tanaman Jati

Pertanianku – Secara geologis, tanaman jati tumbuh di tanah dengan batuan induk berasal dari formasi limestone, granite, gneis, mica schist, sandstone, quartzite, conglomerate, shale, dan clay. Pertanaman jati akan tumbuh lebih baik pada lahan dengan kondisi fraksi lempung, lempung berpasir, atau pada lahan liat berpasir. Sesuai sifat fisiologis untuk menghasilkan pertumbuhan optimal, jati memerlukan kondisi solum lahan yang dalam dan keasaman tanah (pH) optimum sekitar 6,0. Namun, ada kasus pada beberapa kawasan pertanaman jati dengan tingkat pH rendah (4—5), dijumpai tanaman jati dengan pertumbuhan yang baik. Karena tanaman jati sensitif terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam tanah maka pada lahan yang berporositas dan memiliki drainase baik akan menghasilkan pertumbuhan baik pula karena akar akan mudah menyerap unsur hara.

Sifat-sifat Umum Tanaman Jati

Kondisi kesuburan lahan juga akan berpengaruh terhadap perilaku fisiologis tanaman yang ditunjukkan oleh perkembangan riap tumbuh (T-tinggi dan D-diameter). Unsur kimia pokok (macro element) yang penting dalam mendukung pertumbuhan jati yaitu sebagai berikut.

1) Kalsium (Ca)

Hara kalsium merupakan unsur penting yang mendukung pertumbuhan meristem batang dan merupakan elemen pembentukan dinding sel. Kandungan unsur Ca dalam tanah sering menjadi kendala dalam menentukan areal pengembangan tanaman jati. Tanaman jati yang ditanam di lahan dengan kandungan Ca rendah (8,18—9,27%) menunjukkan pertumbuhan yang kurang menguntungkan.

2) Fosfor (P)

Kandungan fosfor (P) juga merupakan unsur penting bagi pertumbuhan tanaman jati. Kandungan optimum unsur P antara 0,022—0,108% atau 19—135 mg/100 g tanah. Secara fisiologis, kandungan P akan sangat sensitif dalam defisiensi unsur. Artinya, lahan yang sangat kekurangan unsur P akan tampak pada pertumbuhan jati. Daun jati akan cepat gugur sehingga fotosintesa terganggu, akibatnya pertumbuhan menjadi lambat.

3) Kalium (K)

Unsur potasium atau kalium yang dibutuhkan oleh tanaman jati pada lahan permukaan (top soil) berkisar 0,54—1,80% (45—625 ppm/100 g) dan pada lahan di bawahnya (under top soil) antara 0,40— 1,13% (113—647 ppm/100 g).

4) Nitrogen (N)

Unsur nitrogen (N) merupakan elemen hara yang penting dalam proses pertumbuhan tanaman jati. Kandungan N yang dibutuhkan tanaman jati pada lahan permukaan (top soil) antara 0,13—0,072% dan pada lahan di bawahnya dengan ketebalan hingga 1 meter antara 0,0056—0,05%. Sedangkan rataan N yang dibutuhkan oleh tanaman jati sekitar 0,0039%. Pada areal perbukitan, kandungan N di lapisan atas sekitar 0,034% dan lahan di bawahnya antara 0,038—0,039%.

Sumber hara pada hutan jati alam ditentukan oleh potensi dan kapasitas bahan organik dari serasah hutan serta tingkat kecepatan proses fermentasi litter yang jatuh (humufikasi). Dalam kenyataan di lapang menunjukan bahwa dengan rataan kapasitas serasah pada tanaman jati berumur 38 tahun diperoleh sekitar 973 kg/ha/tahun. Dengan kapasitas tersebut, serasah mampu menghasilkan kadar Ca 370 kg/ha, N 331 kg/ha, K 128 kg/ha, unsur P dan Mg sekitar 108 kg/ ha.

Secara umum, siklus hara tersebut sangat ditentukan oleh kondisi ekosistem setempat. Misalnya kasus di wilayah hutan endemik dari jenis Tectona grandis, dengan kapasitas 775 pohon/ha dan berumur 18 tahun dihasilkan kadar N 166 kg/ha, P 9,2 kg/ha, dan K 89 kg/ha. Hasil tersebut relatif jauh lebih tinggi dibandingkan dengan serasah yang dihasilkan dari tanaman Eucalyptus spp., Dalbergia spp., ataupun Pinus spp., yang hanya mampu menghasilkan hara antara 64—67%.

Pada lahan hutan jati alam, kapasitas bahan organik (humus) yang tersedia antara 1,87—5,5% berada di permukaan dan 0,17—1,90% berada sekitar 100 cm di bawah permukaan. Rendahnya nilai kapasitas bahan organik pada lahan jati akan menurunkan tingkat kecepatan tanaman dalam membentuk perakaran. Terdapat hubungan antara kapasitas hara makro dengan tingkat kecepatan pembentukan akar yang berdampak positif terhadap pertumbuhan riap tanaman jati.

Tanaman yang berkembang pada lahan dengan kandungan unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg) yang optimal akan mempunyai perakaran yang baik sehingga proses penyerapan hara semakin cepat dan kemampuan pohon untuk menghasilkan produksi pun semakin tinggi.

Dengan memperhatikan beberapa aspek persyataran tumbuh yang dikehendaki oleh tanaman jati, ada beberapa daerah yang kemungkinan cocok sebagai daerah pengembangan. Daerah tersebut yaitu wilayah Timur Sumatera, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali Timur, dan Nusa Tenggara.

Perbedaan kondisi bonita lahan (I—V) di tiap daerah pengembangan akan menghasilkan pertumbuhan jati yang bervariasi. Tanaman jati konvensional pada umur, jumlah pohon per hektar, ratarata tinggi, dan diameter akan menghasilkan total volume produksi kayu, seperti tertera dalam Lampiran. Bonita I merupakan kondisi kesesuaian lahan yang paling diharapkan tanaman karena sesuai dengan fisiologisnya.

 

Sumber: Buku Kayu Jati Paduan Budi Daya dan prospek bisnis