Pertanianku – Lovebird berasal dari Afrika. Burung ini lebih dahulu kondang namanya di Eropa, tepatnya di negara Belanda, Jerman, Inggris, Prancis, Spanyol, Belgia, Yunani, dan Italia. Negara-negara inilah yang telah mengangkat nama lovebird hingga dikenal ke seluruh dunia. Sampai akhirnya lovebird membanjiri pasaran di daratan Asia, khususnya di bumi nusantara Indonesia.
Di Eropa, lovebird oleh para pencintanya, terutama para breeder dipamerkan atau dikonteskan warna bulunya dengan aturan yang ketat. Penyelenggara menerapkan aturan, bentuk, ukuran, dan warna kandang untuk kontes harus sama. Lovebird yang disertakan juga digolongkan usia dan tahun kelahirannya. Para breeder tersebut juga saling berlombamenciptakan ragam kombinasi warna bulu dengan dengan corak warna cerah. Selain itu, batas warna yang jelas di setiap bagian tubuhnya atau serasi. Misalnya, jenis lutino yang memiliki batas bulu warna merah di kepalanya. Tidak hanya berwarna merah menyala, tetapi sedapat mungkin memiliki warna pembatas cukup jelas, seperti bulu di bagian tengkuk dan bagian tubuh lainnya.
Hal seperti itu sebenarnya sudah mulai dipikirkan para breeder lovebird di tanah air dengan saling berlomba dalam mencetak warna eksotis. Persoalannya, para breeder tidak fokus pada warna bulu saja. Umumnya mereka lebih mengarah pada kombinasi warna dan suara. Jadi, bisa dikatakan warna bulu kurang diprioritaskan. Hal tersebut patut dimaklumi karena orientasi pasar lovebird sekarang ini untuk lomba yang lebih mengarah pada suara (trecetan) kicauannya.
Lovebird mulai dikonteskan secara khusus oleh event organizer di tanah air akhir tahun 90-an sampai sekarang ini dengan penilaiannya terhadap suara kicauan. Namun, kontes kicauan lovebird di masa mendatang bisa jadi akan ada perubahan. Penyebabnya adalah kini sudah ada organisasi burung yang menggelar kontes burung paruh bengkok dengan penilaian hanya warna bulu, bukan trecetan suaranya.
Sumber: Buku Love Bird