Pertanianku – Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendidikan, taraf hidup, dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani, pasar ikan patin terus meningkat. Tak hanya di dalam negeri saja, tetapi juga mencakup pasar luar negeri. Menggeliatnya pasar patin juga didorong oleh merebaknya bahaya flu burung sehingga masyarakat mengalihkan kebutuhan protein hewani dari unggas ke ikan. Selain itu, kandungan gizi ikan patin juga dianggap lebih baik karena kadar kolesterolnya relatif lebih rendah dengan kandungan protein, yakni sekitar 68,6%; lemak 5,8%; abu 3,5%; dan air 59,3%.
Cerahnya prospek pasar patin bisa dilihat dari belum terpenuhinya permintaan patin di pasar lokal yang terus meningkat tiap tahunnya, khususnya untuk larva dan benih patin. Permintaan larva patin banyak datang dari kota-kota di Jawa Barat dan Jakarta. Sementara itu, permintaan benih patin banyak datang dari luar Pulau Jawa seperti Kalimantan dan Sumatera. Selain itu, harga jual dari larva dan benih patin relatif stabil dan tinggi dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya. Dengan demikian, prospek pasar patin di masa akan datang memang menjanjikan.
Tingginya permintaan patin ini tidak lepas dari semakin menjamurnya restoran, rumah makan, hotel, dan jasa boga yang menyajikan menu berbahan ikan patin.Oleh karena itu, tak heran bila menu ikan patin dan olahannya mudah dijumpai, mulai dari pasar tradisional/kaki lima (lesehan), restoran, dan industri olahan ikan. Beberapa menu makanan yang umum di jumpai antara lain patin asam pedas, pindang patin, pepes patin, sop ikan patin, atau patin bakar. Selain itu, besarnya permintaan ikan patin juga datang dari pasar-pasar swalayan yang pada akhirakhir ini selalu menyediakan gerai khusus ikan patin. Biasanya, restoran-restoranbesar dan pasar swalayan membutuhkan suplai patin yang masih hidup. Sedangkan patin yang mati (masih segar) masuk ke pasar tradisional dan restoran-restoran kecil. Tidak hanya itu, produk olahan patin seperti abon patin, kerupuk patin, ikan sale patin, bakso, nugget ikan, dan sosis ikan memiliki prospek yang cukup cerah.
Selain pasar lokal, pasar internasionaljuga merupakan sasaran pasar yang cukup baik karena tekstur dagingnya yang putih dan tidak berserat, ukuran, dan kuatitas dari ikan patin sudah memenuhi persyaratan untuk dijadikan sebagai komoditas ekspor. Keunggulan lain dari patin yang potensial dijadikan sebagaikomoditas ekspor adalah mudah dijadikan sebagai fillet beku maupun segar. Hal ini karena bagian utama dari daging patin tidak memiliki duri halus.
Ikan patin yang bisa memenuhi persyaratan ekspor adalah yang berukuran di atas 500 g/ekor. Untuk itu, para petani (pembudi daya) diharapkan dapat menangkap peluang ekspor patin dengan meningkatkan orientasi budi daya menjadi skala ekspor. Hanya saja, untuk mendapatkan patin ukuran ekspor dibutuhkan waktu 6—12 bulan. Hal ini tentu belum bisa dipenuhi oleh mayoritas pembudi daya patin yang masih berskala rumah tangga karena dengan lamanya waktu pemeliharaan akan meningkatkan biaya produksi dan perputaran usaha menjadi lambat. Selain itu, kontinuitas pasokan untuk ekspor juga menjadi salah satu persoalan karena stok patin dalam jumlah besar dan kontinu sangatlah terbatas.
Pasar utama ekspor patin saat ini adalah Uni Eropa, Rusia, Ukraina, Cina, Hongkong, Mesir, Amerika Serikat, dan Mexico. Di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan pasar Asia, popularitas patin terus menanjak dari waktu ke waktu. Peluang pasar untuk ekspor ini masih terbuka luas karena selama ini pasokan patin untuk beberapa negara Eropa, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Asia baru dipenuhi dari Vietnam yang merupakan negara pengekspor patin terbesar dengan tujuan Amerika Serikat dan Eropa. Pemenuhan itu pun masih dinilai kurang oleh negara importir, baik darisisi kuantitas maupun kualitas. Kebutuhan dunia akan ikan patin saat ini diperkirakan mencapai 4 juta ton. Dari jumlah tersebut, 90% dipenuhi oleh Vietnam. Berdasarkan data tersebut, sudah seharusnya Indonesia memanfaatkan peluang pasar yang ada mengingat potensi perikanan patin di Indonesia masih sangat besar. Berdasarkan total lahan yang tersedia untuk komoditas patin, saat ini baru dimanfaatkan sekitar kurang lebih 20%. Dengan keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia, peluang tersebut dapat dimanfaatkan, terlebih sungaisungai besar di Kalimantan dan Sumatera sangat berpotensi untuk dijadikan lahan pengembangan budi daya patin.
Sejauh ini, produksi ikan patin di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan catatan Ditjen Perikanan Budidaya tahun 2008, produksi patin nasional telah mencapai 52,47 ribu ton. Angka ini lebih tinggi dibandingkan produksi nasional pada tahun 2004 yang hanya sekitar 23,9 ribu ton.
Sumber: Buku Panduan Lengkap Agribisnis Patin