Melihat Seberapa Besar Prospek Bisnis Lobster Air Tawar

Pertanianku – Lobster air tawar memang banyak menarik perhatian masyarakat saat ini. Hal ini karena lobster air tawar memiliki warna biru yang cerah dan sangat cantik jika dijadikan hiasan di dalam akuarium.

Tak hanya bisa dijadikan sebagai hiasan saja, tetapi lobster air tawar juga sangat lezat untuk dikonsumsi. Ditambah lagi lobster ini memiliki kandungan protein yang cukup tinggi serta rendah kolesterol menjadikan makanan satu ini banyak memiliki penggemar. Jika dibandingkan dengan harga lobster air laut, lobster air tawar jauh lebih murah.

Beberapa jenis lobster air tawar yang dibudidayakan di Indonesia, yakni Red Claw (Cherax quadricarinatus) dan Cherax destructor. Yang paling banyak dibudidaya saat ini adalah jenis Red Claw karena rasanya lebih enak dengan ciri-ciri yang sangat khas pada capitnya yang berwarna merah, khususnya untuk jenis lobster jantan. Bobot maksimal lobster jenis ini bisa mencapai 800 gram dan bisa bertahan hidup hingga 5 tahun.

Lobster air tawar mulai dikenal masyarakat Indonesia sejak 2000. Lobster ini berasal dari Australia tepatnya Queensland. Dengan penampilannya yang cantik, awalnya lobster ini memang baru dijadikan sebagai hiasan di akuarium. Karena manfaat dan rasa gurih yang tidak jauh berbeda dengan lobster air laut, lobster ini lambat laun banyak dikonsumsi. Apalagi jika hanya dijadikan hiasan di akuarium, perputaran penjualannya akan sangat lambat, sedangkan pasokan pembenihan berlebih. Oleh karena itu, banyak orang beralih membudidayakan keluarga udang ini untuk dikonsumsi sehingga perputaran permintaan sangat cepat.

Pemeliharaan yang mudah dan tahan terhadap penyakit menjadikan lobster air tawar lebih unggul dibanding lobster air laut, udang vanamei, ataupun udang windu.

Di antara pembenihan dan pembesaran lobster air tawar, menurut Cuncun Setiawan, pemilik Bintaro Fish Centre, usaha pembesaran lobster air tawar memiliki prospek yang lebih bagus. Saat ini menurut Cuncun, pelaku usaha pembenihan lebih banyak dibanding usaha pembesaran, yang tentu akan berdampak pada over suplai benih. Padahal, benih lobster bisa dibilang merupakan produk setengah jadi.

“Jika over suplai sudah tidak tertampung akan memusingkan pelaku pembenihan hingga bisa terancam gulung tikar. Usaha pembesaran akan sangat dibutuhkan karena di situlah produk jadi/siap konsumsi dihasilkan. Dengan jumlah pelaku yang masih sedikit dan permintaan lobster siap konsumsi yang semakin banyak, maka menjadikan usaha pembesaran berprospek sangat baik,” ucap Cuncun.

Untuk mengembangkan usaha lobster di Indonesia, menurut Cuncun sebenarnya pemerintah sudah berupaya membantu masyarakat dengan memberikan dana pinjaman pada calon peternak. Sayangnya karena banyak calon peternak yang tidak memiliki pola pikir menjadi wirausaha, usaha itu pun gagal akibat tidak sedikit calon pelaku yang justru menyalahgunakan dana yang diberikan. Misalnya, untuk membeli kendaraan atau belanja kebutuhan rumah tangga.

Namun, usaha pembesaran membutuhkan lahan yang cukup luas sehingga modal yang dibutuhkan juga cukup besar. Cuncun menyebutkan dari kenyataan yang ada, orang yang mempunyai modal besar banyak berlokasi di kota besar, sedangkan di kota besar lahan sudah begitu padat. Mau tidak mau, usaha ini harus dilakukan di pinggiran kota besar. Di samping itu, usaha pembesaran juga membutuhkan pengawasan dalam pemeliharaan kolam sehingga pemilik bisa bekerja sama dengan masyarakat pinggiran kota untuk menjalankan usaha tersebut.